Page 224 - 3 Curut Berkacu
P. 224
206 3 Curut Berkacu
Saat sedang ruku, beberapa kali gue mendengar rintihan kecil iqbal, ‘sssttt...!’ seperti menahan rasa sakit. Apalagi saat sujud, pasti sangat mengganggu. Gue malah ikut merasakan rasa nyeri itu. Tapi, lagi-lagi itu belum seberapa dibanding siksa di akhirat kelak jika meninggalkan shalat. Sebuah hadis yang pernah gue pelajari di pondok dulu menyebutkan, ‘Sesungguhnya batas antara seseorang dengan syirik dan kufur itu adalah meninggalkan shalat’, kalau gak salah hadis itu diriwayatkan oleh Imam Muslim.
“Assalaamu ‘alaikum warahmatullah”
Salam tanda mengakhiri shalat baru saja terucap, tapi gue langsung tersontak melihat wajah Iqbal. Perban yang menutupi bekas jahitan lukanya menjadi merah. Darah merembes membasahi kain perban dan mulai mengucur ke mata dan pipi kirinya.
“Bal, luka lu, Bal!” tak sadar gue teriak.
“Kenapa?”
Iqbal mengusap dahinya lembut, menyadari lukanya
mengeluarkan darah, ia menyeka dengan tangan, tapi darah itu cukup banyak. Kacu yang tadi diselipkan di antara dua kancing seragam Pramukanya segera ditarik keluar dan digunakannya sebagai lap darurat. Ia berusaha agar darah itu tidak menetes ke karpet mesjid, karena darah termasuk najis.
Seluruh mata yang ada di dalam mesjid memandang Iqbal dan seketika mendekat. Namun gue segera menarik dan membawanya ke ruang kesehatan lagi. Sepatu PDH kami tidak sempat lagi dipasang, gue menentengnya hingga ruang kesehatan.
Iqbal kembali ditangani oleh dokter jaga dan