Page 225 - 3 Curut Berkacu
P. 225

 Curut Egois 207
asistennya. Karena gue tidak dibolehkan ikut masuk, gue hanya menunggu di depan ruang kesehatan sambil duduk harap-harap penuh cemas.
‘Apa mungkin jahitannya lepas ya?’ gue menduga- duga sebab mengapa darah dari bekas jahitannya itu keluar lagi. Berulang-ulang gue mengucap, ‘semoga Iqbal baik- baik saja deh!’ sambil menghibur hati gue yang diselimuti rasa cemas.
Bima tiba-tiba melintas dengan santainya di hadapan gue. Alih-alih menegur, menolehpun tidak. Wajahnya kelihatan ceria-ceria saja, mungkin karena lepas dibasuh air wudhu jadi terlihat berbinar. Tapi sayang, hatinya tidak ikut diguyur air wudhu. Harusnya dia juga membasuh dadanya dengan sisa air itu agar terjauhkan dari sifat egois dan keemohan untuk peduli ke sahabatnya sendiri.
Waktu istrahat pun usai. Kami harus berkumpul lagi untuk melanjutkan materi sekaligus apel penutupan. Gue berusaha izin ke senior untuk menemani Iqbal, tapi sayangnya gue tak diizinkan. Katanya, tenaga medis dan juga senior lainnya sudah cukup untuk melakukan perawatan bagi Iqbal.
Gue kembali duduk, berendeng dekat Bima. Tak sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya, gue juga. Kami hanya diam-diaman saja. Rasa kesal gue semakin memuncak. Gue tidak habis pikir, gue benar-benar tidak mengerti kenapa Bima tega berlaku seperti itu. Iqbal itu sahabat kita loh, tapi kenapa sedikit pun kepedulian lu gak nampak, malah sebaliknya!
“Lu kenapa, Bim?”
Gue mulai membuka percakapan, meskipun dengan



























































































   223   224   225   226   227