Page 227 - 3 Curut Berkacu
P. 227
Curut Egois 209
Gue juga lapar, anjing! Tapi gue masih punya hati. Gue tidak tega melihat sahabat gue sedang luka dan hanya sendiri di ruangan itu.
‘Otak dan hati lu di mana!’
‘Bangsat!’
Gue tak henti-hentinya mengumpat dalam hati.
Mungkin, wajah gue yang putih ini sejak tadi sudah berubah menjadi merah padam, menyala tersulut api emosi.
Materi sesi kedua kelar sudah. Apel penutup pun telah diakhiri dengan amanat dari Pembina dan doa bersama. Tak ketinggalan dua banjar panjang mulai berbaris untuk bersiap meninggalkan Polres. Iqbal yang sudah keluar dari ruang kesehatan tidak diperkenankan masuk dalam barisan, dan gue mendampinginya.
“Maju jalan!” suara Danton yang melengking sudah terdengar memberikan aba-aba untuk mulai bergerak meninggalkan lokasi latihan.
Gue ikut berjalan di belakang sambil merangkul Iqbal. Wajahnya terlihat pucat. Nahas banget hari Minggu ini buatnya, harus rela merasakan sakitnya dijahit untuk kedua kalinya.
“Sini tas lu, biar gue yang bawain!” dan tanpa menunggu persetujuannya, gue langsung mengambil tas dari pundaknya. Iqbal kembali tersenyum seakan berkata ‘terimakasih, Yu!’
Kami pun sampai di parkiran. Barisan otomatis bubar dengan sendirinya, dan para anggota menuju kendaraannya masing-masing.
“Bal, saran gue, lu beli obat Cina, ada itu yang bisa buat luka cepat kering,” saran gue ke Iqbal sesaat sebelum