Page 223 - 3 Curut Berkacu
P. 223
Curut Egois 205
bergegas ke tempat wudhu setelah melepas sepatunya dengan cepat.
Raut wajah Iqbal terlihat biasa saja menghadapi sikap Bima yang terlalu dingin dan mengacuhkan. Gue yang melihatnya jadi gemas.
“Gua gak nyangka Bima begitu!” ujar gue dengan tekanan.
“Gak nyangka gimana, Yu?” tanya Iqbal memalingkan wajahnya ke gue.
“Egois dia! Semudah itu dia lupa sama sahabatnya sendiri yang terkena musibah, dan itu gara-gara dia pula!”
Gue tidak lagi bisa menyembunyikan rasa kesal gue terhadap tingkah Bima di hadapan Iqbal, tapi kenapa Iqbal seakan menganggap itu biasa saja.
“Huss, sudahlah! Jangan julit sama orang, gak baik!” tandas Iqbal.
“Yaudah, ayo wudhu, biar setan julitnya hilang,” lanjutnya sambil berdiri setelah tuntas melepas sepatunya. Iqbal meraih lengan gue yang masih terduduk, ditarik untuk segera beranjak ke tempat wudhu.
Iqbal terlihat sangat berhati-hati saat berwudhu. Kain perban yang menempel di pelipis kirinya hanya dibasuh ringan. Gue salut padanya, dia benar-benar mengamalkan Dasa Dharma Pramuka nomor satu, ‘Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa’, seakan nilai-nilai yang terkandung dalam keseluruhan poinnya itu telah melekat di hati sanubari Iqbal. Bahkan untuk luka yang dideritanya yang baru saja dijahit tidak menghalanginya untuk tetap sujud pada sang Khalik. Ya, sebagai seorang muslim, bagaimana pun kondisi kita, shalat tetap harus dilakukan.