Page 269 - 3 Curut Berkacu
P. 269
Patah Hati 251
dan lu menjadi orang terpilih di sana.”
“Gue bangga sama lu, brother!” lanjutnya.
Iqbal seketika menjulurkan tangannya. Gue pun
menyambut dan membalas jabatan tangan yang sangat hangat dari seorang sahabat sejati gue. Kemudian Iqbal memeluk gue sangat erat. Pelukan ini seakan tak ingin gue lepaskan, gue bahkan sudah lupa kapan gue terakhir kali dipeluk seperti ini.
Masih dalam pelukannya ia berbisik, “Yu, lu sahabat kandung gue!” Gue jadi terharu. Gue belum pernah mendengar istilah ‘sahabat kandung’, selama ini yang gue tau adalah saudara kandung. Mungkin itu adalah istilah bagi Iqbal untuk menggambarkan betapa dekatnya kami sebagai sahabat.
Hampir satu jam kami di parkiran, duduk bersama, mengulang beberapa kisah yang pernah kami jalani. Sesekali Iqbal kembali meyakinkan gue untuk mengurungkan niat itu. Gue hanya terdiam dan tersenyum simpul.
Minggu ini adalah hari yang gue pastikan sebagai hari terakir gue beraktifitas sebagai anggota Saka Bhayangkara, bukan hari berakhirnya persahabatan antara gue, Iqbal dan Bima. Meskipun begitu rasa hati gue seakan-akan ingin pergi meninggalkan seseorang yang sangat berharga dalam kehidupan gue, tak terkecuali Saka Bhayangkara.
Saka Bhayangkara adalah rumah kedua gue. Ada berjuta kenangan dan cerita yang terlanjur tercorehkan di dalamnya, nggak mungkin pernah terlupakan sepanjang hidup.
Di parkiran ini, gue sempatkan menolehkan wajah gue ke seluruh penjuru area Polres sebelum gue beranjak