Page 64 - 3 Curut Berkacu
P. 64
46 3 Curut Berkacu
Suaranya terdengar samar, ditimpa kebisingan knalpot Vespa tuanya. Meskipun ia merendahkan gasnya, bising itu masih mengganggu.
“Apaan, Bal? Gue gak denger!” jawab gue.
“Kita mau ke mana, pak?” tanyanya lagi dengan nada yang lebih tinggi.
“Gue gak tau juga, Bal!” jawab gue.
“Memang kita mau ke mana, Bim?” lanjut gue nanya Bima.
“Lah, kok nanya gue, Yu! Yang punya wilayah kan ellu!” jawab Bima.
“Memangnya kita mau ke mana sih, Bal?” Bima malah bertanya ke Iqbal lagi.
“Loh, kok lu malah tanya gue lagi, njir!” jawab Iqbal sambil tertawa lepas.
Gue merasa pertayaan ini gak akan selesai, sampai kutu punya kutu juga!
Kami terus melaju menikmati suasana malam Kota Bekasi. Suasana malam hari ini memang sudah sangat sepi. Ruko-ruko tempat para pelapak sudah tutup sejak pukul 22.00 tadi. Lampu pengatur lalu lintas, warnanya tinggal kuning saja, mungkin si merah dan si hijau sedang istrahat bobo malam, atau mungkin mereka sedang tukeran shift dengan si kuning.
Kami mengendarai motor dengan sangat santai, dan dengan kecepatan yang sangat rendah. Gue sesekali melirik ke arah Iqbal. Motor Vespa yang dikendarainya memang selalu berada di samping motor yang dikemudikan Bima, sehingga tidak begitu sulit untuk gue memperhatikannya.