Page 69 - 3 Curut Berkacu
P. 69

 Curut Ngelantur 51
sebenarnya khawatir ada yang terbangun karena gangguan suara batuk si Vespa tua ini.
“Bal, langsung matiin mesinnya!” pinta gue ke Iqbal seketika tiba di depan rumah gue.
Perlahan gue membuka pintu rumah dan menuntun mereka memasukkan motornya ke dalam rumah. Kursi dan meja tamu harus dipinggirkan dulu. Motor Jenong, kakak gue, dan motor gue yang sudah ada lebih dahulu seakan berucap ‘selamat malam’ kepada kedua motor Iqbal dan Bima yang baru saja tiba. Setiap malam menjelang tidur, ini adalah salah satu rutinitas gue karena rumah gue gak memiliki garasi layaknya rumah-rumah di kompleks perumahan yang tidak jauh dari perkampungan gue. ‘Dulu, kompleks sebelah itu hanya rawa-rawa, tempat bermainnya para bocah jin’, kata bokap gue dulu semasa hidupnya di salah satu perbincangan yang sempat gue dengar.
Gue langsung duduk di salah satu kursi tamu, diikuti Bima. Iqbal masih berdiri di samping motornya, sesekali mondar-mandir ke dekat jendela depan.
“Sekarang kita pikirin gimana solusinya!” gue membuka percakapan.
“Iya, gimana solusi buat lu besok, Bal?” Bima melanjutkan percakapan. Namun Iqbal hanya terdiam sambil memandang Bima, terus melirik gue sambil bergeser ke salah satu kursi untuk merebahkan bokongnya. Iqbal akhirnya ikut duduk juga.
Suasan kembali hening.
Tidak kurang dari 6 menit kami habiskan dengan hanya saling menatap dalam diam. Mulai dari menyilangkan


























































































   67   68   69   70   71