Page 78 - 3 Curut Berkacu
P. 78
60 3 Curut Berkacu
soto di sini cuy! Sono no, di mall. Harga, iya! Tapi rasa belum jaminan.
Memang sih, tempat dan fasilitas seadanya. Meja panjang yang menempel di kedua tembok bagian kiri dan kanan, juga di tengah dengan masing-masing 3 bangku plastik, tak jarang memaksa pelanggan setianya menanti giliran untuk bisa duduk. Di dinding bagian kanan, hanya terpajang 1 kalender kadaluarsa. Plafon yang sudah mulai menghitam karena terpaan asap dari panci soto selama bertahun-tahun, namun cukup bersih untuk ukuran warung rakyat miskin. Eh, di sini sambalnya juga gak nanggung pedasnya loh, memaksa bibir dan lidah tik-tokan.
Gue mengenalkan SoCeng alias SoKin ini ke Iqbal dan Bima pada pertemuan minggu kedua gue di Prasbhara. Biar agak keren dikit, kami mengganti sebutannya menjadi Soto Saka dan baret si badak Jawa, Bima, yang telah menjadi tumbalnya.
Seperti biasa, sehabis latihan, kami selalu mampir nge-charge perut di Soto Saka. Tidak butuh waktu lama, kami pun tiba. ‘Klek,’ suara standar motor Bima yang lebih dahulu tiba, diikuti motor gue, selanjutnya Vespa tua Iqbal, ‘kletok.’ Suara standar motor Iqbal yang beda sendiri. Harus dengan standar dua dengan menarik bokong –bagian belakang motornya.
Si Abang Soto menyambut kami dengan senyum simpulnya. Rasa senang dan gembira terpancar di wajah paruh baya itu.
“Woi bang, apa kabar?” tegur gue sok akrab. Jujur, meskipun gue sering ke sini tapi gue belum juga tau nama si Abang Soto ini. Belum pernah kenalan secara resmi