Page 10 - RESPON DUNIA INTERNASIONAL TERHADAP KEMERDEKAAN INDONESIA fix
P. 10

Belanda dengan serangan yang lebih besar, seperti dua kali agresi militer pada 1947 dan

                     1948. Tidak ada kata lain, Belanda hanya ingin menurutkan ambisi untuk berkuasa kembali

                     di wilayah yang ditinggalkannya sejak tahun 1942.

                             Perserikatan  Bangsa-Bangsa  (PBB)  pun  beberapakali  turun  tangan  demi

                     mendamaikan  dua  pihak  yang  terus  bertikai  itu.  Dimulai  dari  laporan  Indonesia  yang
                     dikuatkan  oleh  seruan  India  dan  Australia  bahwa  Belanda  telah  melanggar  perjanjian

                     Linggarjati, maka DK PBB segera meresponnya dan segera membentuk Komisi Konsuler

                     untuk mengawasi gencatan senjata. Desakan internasional membuat nyali Belanda ciut dan
                     akhirnya  menerima  resolusi  DK  PBB,  meskipun  untuk  sementara,  karena  setelah  itu

                     Belanda kembali mengulang melakukan agresi ke wilayah RI untuk kedua kalinya.









                             Tekanan PBB terhadap Belanda terus dilakukan, salah satunya melalui Resolusi

                     67 Dewan Keamanan (DK) PBB tertanggal 28 Januari 1949.Memang, setelah turunnya
                     Resolusi 67 DK PBB itu, polemik belum usai secara tuntas. Namun, setidaknya inilah

                     pembuka jalan bagi bangsa Indonesia untuk menunjukkan eksistensinya karena semakin

                     banyak mendapatkan dukungan dari dunia internasional.

                     Agresi Kedua Belanda


                            Tanggal  19  Desember  1948,  Yogyakarta  diserang.  Inilah  awal  Agresi  Militer
                     Belanda II. Bahkan, para petinggi RI ditawan, termasuk Sukarno (presiden), Mohammad

                     Hatta (wakil presiden), Soetan Sjahrir (mantan perdana menteri, penasihat presiden), Agus
                     Salim (Menteri Luar Negeri), Mohamad Roem (Menteri Pendidikan), dan lainnya. Mereka

                     kemudian diasingkan ke luar Jawa.


                            Beruntung,  sebelum  menjadi  tawanan  Belanda,  Presiden  Sukarno  sempat
                     mengirimkan  surat  kuasa  kepada  Syarifuddin  Prawiranegara  untuk  membentuk

                     Pemerintahan  Darurat  Republik  Indonesia  (PDRI)  di  Sumatera  Barat.  Selain  itu,
                     ditugaskan pula kepada Dr. Soedarsono, L.N. Palar, dan A.A Maramis yang berada di New

                     Delhi untuk bersiap membentuk pemerintahan cadangan di India jika PDRI gagal.


                             Dr.  Soedarsono  waktu  itu  adalah  wakil  tetap  RI  di  New  Delhi,  L.N.  Palar
                     merupakan  perwakilan  Indonesia  di  PBB,  sementara  A.A.  Maramis  menjabat  sebagai

                                                                                                         10
   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15