Page 11 - RESPON DUNIA INTERNASIONAL TERHADAP KEMERDEKAAN INDONESIA fix
P. 11
Menteri Luar Negeri yang ditunjuk PDRI mengisi posisi Agus Salim yang ditawan
Belanda.
Sementara PDRI terus berjuang mengawal eksistensi negara, ketiga tokoh itu
beraksi di luar negeri untuk menggalang dukungan dari dunia internasional agar Belanda
menghentikan agresi militernya serta mengembalikan para pucuk pimpinan RI yang tengah
berstatus sebagai tawanan.
Rosihan Anwar (2004) dalam Sejarah Kecil "Petite Histoire" Indonesia Volume
3 menuliskan, para delegasi Indonesia itu menghadiri sidang DK PBB di Paris pada 22
Desember 1948 (hlm. 119). Salah satu bahasan utama dalam forum ini adalah mengenai
Agresi Militer Belanda II di Indonesia.
Di depan sidang, Maramis dan kawan-kawan memaparkan situasi sebenarnya yang
sedang terjadi di Indonesia, bagaimana Belanda berulangkali melanggar perjanjian dengan
menggelar operasi militer, bahkan hingga menawan para petinggi pemerintahan RI.
Menggalang Dukungan Dunia
Di sisi lain, Belanda juga tidak mau tinggal diam. Wakil Belanda di PBB
menyatakan bahwa keadaan di Indonesia telah kembali normal, dan para pemimpin RI
yang ditawan diperkenankan untuk bergerak dengan leluasa.
Namun, klaim Belanda tidak terbukti. Dua anggota Komisi Tiga Negara (KTN),
yakni Merle Cochran dan Thomas Critchley, yang dikirim langsung ke tempat pengasingan
pada 15 Januari 1949 ternyata tidak menemukan kebenaran dalam klaim Belanda itu
(Atmakusumah, Takhta untuk Rakyat, 2011:94).
Fakta tersebut membuat mata dunia terbuka bahwa Belanda menutup-nutupi apa
yang sesungguhnyaterjadi. Dukungan pun mengalir untuk Indonesia, salah satunya dari
Amerika Serikat –yang semula bersikap netral– yang kemudian mendesak agar segera
diadakan perundingan yang lebih serius untuk mengatasi persoalan ini.
Gelombang protes terhadap Belanda juga mengalir dari negara-negara Asia.
Bahkan, seperti dikutip dari buku Mohamad Roem: Karier Politik dan Perjuangannya
1924-1968 karya Iin Nur Insaniwati (2002), negara-negara ini secara serentak menutup
lapangan terbangnya bagi pesawat-pesawat Belanda (hlm. 77).
Mendapatkan angin segar, delegasi Indonesia terus bergerak. Maramis dan Palar
terbang ke New York, dan bersama Dr. Soemitro Djojohadikusumo mereka membicarakan
peluang kerjasama ekonomi dengan Amerika Serikat (Anwar, 2004:119).

