Page 184 - Negara Kolonial 1854-1942. Panduan penelitian arsip kementerian urusan tanah jajahan. Kepulauan nusantara
P. 184

Bersama dengan para pegawai dari kementerian Belanda (Kementerian Urusan Tanah
               Jajahan, Kementerian Urusan Ekonomi), Direktur Departemen EZ ikut ambil bagian dalam
               pertemuan-pertemuan internasional yang membuat perjanjian-perjanjian mengenai
               pemasokan kuota karet, gula, teh, dan timah. Melalui contingentering (sistem kuota)
               diharapkan proses produksi sebagian aman dan dengan demikian bisa menjamin persentase
               tertentu bagi kesempatan kerja dan pendapatan. Di dalam negeri, penerapan pembatasan itu
               dimusyawarahkan dengan berbagai organisasi pemayung dalam dunia usaha: Indische
               Ondernemersbond (Perhimpunan Pengusaha Hindia), Nederlandsch-Indische Vereeniging
               voor de Afzet van Suiker (Persatuan Hindia-Belanda untuk Pemasaran Gula), Algemeen
               Landbouwsyndicaat (Sindikat Pertanian Umum), dan Algemeene Vereeniging voor
               Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra (Perhimpunan Umum Pengusaha Perkebunan Karet
               di Pantai Timur Sumatera). Pemimpin dari kedua organisasi yang terakhir itu ikut bekerja
               sama dalam pembuatan peraturan baru. Dengan pemberian lisensi individual yang didasarkan
               pada penelitian terperinci, diusahakan agar budidaya karet rakyat dapat dipertahankan
               tingkatnya. Dalam perdagangan sistem kuota juga diterapkan. Dengan musyawarah bersama
               para mitra dagang, EZ berusaha untuk menghubungkan afzetquota (kuota pemasaran) produk-
               produk Indonesia pada kuota impor. Dengan Jepang dilakukan perundingan yang berjalan
               tersendat-sendat mengenai pembatasan impor tekstil murah demi melindungi industri tenun
               Indonesia yang bermunculan: perundingan itu menyebabkan adanya perjanjian tahun 1936
               dan 1937. Dengan Belanda juga diadakan perundingan, antara lain tentang impor terbatas
               tekstil Twente. Den Haag menunjukkan sedikit pengertian. Sikap itu, dikombinasikan dengan
               terlalu lama dipertahankannya sistem gouden standaard (standar emas), mengakibatkan
               meningkatnya ketegangan. Pada tahun 1936 delegasi resmi pemerintah di bawah pimpinan
               Direktur Departemen EZ G.H.C. Hart, mantan ketua Indische Ondernemersbond
               (Perhimpunan Pengusaha Hindia), pergi ke Belanda untuk membahas kerja sama ekonomi
               yang lebih baik. Pada kesempatan itu Den Haag memutuskan untuk mengambil alih hutang
               pemerintah Hindia sebesar 25 juta gulden. Jumlah itu harus digunakan untuk menjalankan
               langkah-langkah yang akan bisa meningkatkan kemakmuran. Banyak perhatian diberikan
               pada penjagaan agar harga beras tetap rendah. Hal itu dimungkinkan dengan memanipulasi
               persediaan yang ada, pembelian lokal yang teraah dan pembatasan impor. Pengalaman
               distribusi pangan yang diperoleh menjelang akhir dan sesaat setelah Perang Dunia Pertama,
               sangat berguna pada tahun 30-an.

               Arsip dan sumber tercetak


               1.  Arsip Ministerie van Koloniën (Kementerian Urusan Tanah Jajahan) mulai tahun
                   1900

               Informasi umum tentang tatanan, akses, dan seri khusus di dalam F.J.M. Otten (2004), Gids
               voor de archieven van de ministeries en de Hoge Colleges van Staat 1813-1940 (ING
               onderzoeksgids; Den Haag: Instituut voor Nederlandse Geschiedenis), Bab 16.






                                                                                                      183
   179   180   181   182   183   184   185   186   187   188   189