Page 194 - Negara Kolonial 1854-1942. Panduan penelitian arsip kementerian urusan tanah jajahan. Kepulauan nusantara
P. 194

37  N.V. Deli-Maatschappij


               N.V. Deli-Maatschappij (1869) merupakan perusahaan umum pertama di Hindia Belanda.
               Salah satu pemegang sahamnya adalah Nederlandsche Handel-Maatschappij / NHM
               (Maskapai Dagang Belanda). Seperti tertera dalam statuta perusahaan itu, tujuannya adalah
               untuk: membuka dan membangun lahan di wilayah tersebut; mengolah, mengangkut, dan
               menjual produk (dalam perdagangan komisi); mengadakan  penelitian pertambangan dan
               geologi, dan membuka lahan tambang dan sumber daya; membiayai dan ikut andil dalam
               usaha-usaha, perusahaan dan konsorsium lainnya. Di bawah kepemimpinan administrator
               (yang kemudian menjadi Kepala Administrator) J.Th. Cremer (1871-1881), perusahaan itu
               berkembang besar. Cremer adalah wakil tertinggi di Hindia dari direksi perusahaan yang
               berbasis di Belanda. Tembakau adalah produk utamanya. Pada awal abad ke-20 budidaya
               tanaman karet dikembangkan. Deli-Maatschappij memiliki pengaruh besar dalam Deli
               Planters Vereeniging / DPV (Perhimpunan Pengusaha Perkebunan Deli) (1879) dan kemudian
               juga dalam Algemeene Vereeniging voor Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra / AVROS
               (Perhimpunan Umum Pengusaha Perkebunan Karet di Pantai Timur Sumatra) (1910): kedua
               organisasi itu mewakili kepentingan pertanian dan industri barat.

               Awalnya, perusahaan itu hanya berurusan sedikit dengan pemerintahan kolonial. Konsesi
               pertanian diperoleh melalui musyawarah langsung dengan para penguasa wilayah otonom
               pribumi. Situasi ini berubah ketika  Pantai Timur Sumatra pada tahun 1873 menjadi
               karesidenan sendiri. Gouvernementsbesluit (Keputusan Pemerintah) tanggal 28 Januari 1877
               menentukan bahwa untuk gronduitgifte (pengeluaran tanah) harus digunakan akta model yang
               sudah disusun dan disahkan oleh kepala pemerintahan daerah. Keputusan itu, yang muncul
               karena adanya Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria) (1870), bertujuan untuk
               meningkatkan keseragaman dan melindungi penduduk pribumi terhadap praktek-praktek yang
               tidak adil dari pengusaha swasta. Setelah Perang Dunia Pertama (1914-1918) dikeluarkan
               Erfpachtordonnantie (Ordonansi Tanah Erfpah) bagi wilayah-wilayah yang otonom di luar
               Jawa dan Madura (Staatsblad van Nederlandsch-Indië / Lembaran Negara Hindia-Belanda
               1919 no. 61): dengan ordonansi itu konsesi tanah bisa diubah menjadi tanah erfpah. Untuk
               pengusaha, hal itu menarik: tanah erfpah lebih bisa diperdagangkan. Sebaliknya, para
               penguasa wilayah otonom menganggap ordonansi menggerogoti kewenangan pemerintahan
               mereka, seperti tercantum dalam perjanjian politik dengan gubernemen. Hal itu berlangsung
               sampai akhir tahun 30-an sebelum pihak yang terlibat berhasil mendapatkan penyelesaian
               masalah itu. Dari arsip perusahaan ternyata bahwa di samping pegawai pemerintah juga
                                                                              48
               Inspectie voor Agrarische Zaken (Inspeksi untuk Urusan Agraria)  dan DPV terlibat dalam
               masalah ini.

               Karena permintaan untuk tenaga kerja pribumi melebihi ketersediaan tenaga kerja di wilayah
               ini, maka pekerja baru direkrut dari Cina dan Jawa. Pada tahun 80-an dan 90-an abad ke-19
               banyak orang Cina yang ke Deli. Kemudian aliran masuk orang Cina itu mengalami stagnasi.

               48
                 Lihat Bab 4 dalam buku panduan ini.
                                                                                                      193
   189   190   191   192   193   194   195   196   197   198   199