Page 195 - Negara Kolonial 1854-1942. Panduan penelitian arsip kementerian urusan tanah jajahan. Kepulauan nusantara
P. 195
Hal itu di satu pihak disebabkan karena keberatan pemerintah Cina terhadap keberangkatan
massal tenaga kerja mereka yang dibayar di bawah upah normal, dan di pihak lainnya
disebabkan karena pemerintah Hindia-Belanda takut akan timbul ketegangan politik dan
ekonomi, terutama di Jawa, daerah yang berpenduduk padat. Pada tahun 1931, perekrutan
orang-orang Cina akhirnya diberhentikan sama sekali. Migrasi dari Jawa diperbolehkan
dengan persetujuan pemerintah, yang dengan cara ini juga berusaha untuk mengatasi masalah
kepadatan penduduk di pulau itu.
Status hukum para kuli diatur dalam Koelieordonnanties (Ordonansi Buruh Kuli), yang juga
memuat poenale sanctie (sanksi hukuman). Pekerja pribumi atau asing yang melanggar
kontrak kerja bisa dihukum. Penerapan sanksi itu dan, yang lebih umum, perlakuan majikan
terhadap kuli mereka diperdebatkan secara keras dalam pers dan parlemen setelah terbitnya
De millioenen uit Deli (Jutaan dari Deli), brosur yang terkenal keji dari J. van den Brand
(1902). Sebagai tanggapan, pemerintah menugaskan Bataviase Officier van Justitie (Jaksa
Batavia) J.C.T. Rhemrev pada tahun 1903 untuk mengadakan penyelidikan resmi terhadap
kondisi kerja buruh. Untuk tujuan itu, Rhemrev juga mengunjungi perusahaan-perusahaan
dari Deli Maatschappij, lihat arsip.
Hasil laporannya mengakibatkan didirikannya sebuah Arbeidsinspectie (Inspeksi Buruh),
pertama-tama sebagai tindakan penanganan sementara untuk Pantai Timur Sumatra, dan
akhirnya pada tahun 1908 untuk seluruh Hindia-Belanda (Staatsblad van Nederlandsch-Indië
1908 no. 400). Inspeksi yang berada di bawah Departement van Justitie (Departemen
Kehakiman) itu mengawasi perekrutan tenaga kerja dan pelaksanaan ordonansi kuli pada
umumnya. Dalam publikasi mereka, Deli Planters Vereeniging dan Algemeene Vereeniging
voor Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra lebih banyak memberikan perhatian pada
permasalahan ini.
Kepedulian terhadap pekerja mencakup antara lain masalah perumahan, pendidikan (dalam
bahasa Melayu / Jawa), bantuan medis, menyelenggarakan selamatan (makan-makan dalam
acara ritual), dan pertunjukan wayang. Sejak tahun 1926, anak-anak pekerja Eropa bisa
bersekolah ke Plantersschool (Sekolah untuk kalangan perkebunan) lengkap dengan fasilitas
asrama di Brastagi. Sekolah ini dibangun atas biaya DPV. Setelah terjadinya kerusuhan di
Jawa dan Sumatra (akhir 1926 - awal 1927), DPV mendirikan inlichtingendienst (dinas
intelijen), ‘to trace the circumstances that may disturb peace and order on the estates of the
Eastcoast of Sumatra and in Atjeh’. Dinas itu melaporkan kegiatan berbagai organisasi
Indonesia seperti Partai Nasional Indonesia, Muhammadyah, Partai Komunis.
Penelitian tentang budibudaya tembakau dilakukan di Proefstation voor de Deli-tabak (Balai
Penelitian Tembakau Deli) yang didirikan pada tahun 1895. Awalnya, lembaga itu berada di
Kebun Raya Bogor, kemudian pada tahun 1906 lembaga itu dipindahkan ke Medan, ibukota
Pantai Timur Sumatra. Seri Mededelingen van het proefstation (Berita balai penelitian) berisi
artikel tentang ‘tabakszaden’ (bibit tembakau), ‘bemestingsproeven’ (uji coba pupuk),
‘barometer- en regenwaarnemingen’ (barometer dan prakiraan hujan), dan lain-lain. AVROS
juga mengoperaikan suatu balai penelitian.
194