Page 68 - Pembelajaran Vokasi di Perguruan Tinggi - Agunawan Opa
P. 68

masa depan sangat diutamakan. Dalam konteks pendidikan, aliran ini
                     bertujuan  hendak  membina  suatu  konsensus  yang  paling  luas  dan
                     paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan
                     manusia, dengan merombak kembali tata susunan pendidikan lama
                     dengan  tata  susunan  pendidikan  yang  sama  sekali  baru  (Zuhairini,
                     1991:29).  Di  samping  menekankan  tentang  perbedaan  individual
                     seperti   pada   progresivisme,   rekonstruksionisme    lebih   jauh
                     menekankan pada pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya.
                     Aliran  ini  mempertanyakan  untuk  apa  berfikir  kritis,  memecahkan
                     masalah,  dan  melakukan  sesuatu.  Penganut  aliran  ini  menekankan
                     pada hasil belajar dari pada proses.

                            (Yudhistira, 2016) Rekonstrusionisme sebagai salah satu aliran
                     dalam filsafat pendidikan pertama kali diprakarsai oleh John Dewey
                     pada tahun 1920 melalui karyanya yang berjudul “Reconstruction  in
                     Philosophy”. Kemudian aliran ini berlanjut dengan munculnya tokoh-
                     tokoh lain seperti Caroline Pratt, George Counts, Harold Rugg, John
                     Hendrik  dan  Muhammad  Iqbal  sebagai  wakil  dari  tokoh  intelektual
                     muslim.
                            George  Counts  dan  Harold  Rugg  sebagai  tokoh  penggerak
                     aliran rekonstrusionisme yang dipelopori John Dewey bermaksud ingin
                     membangun masyarakat baru yang dipandang pantas dan adil. Dalam
                     karya  klasik  milik  George  Counts  yang  berjudul  “Dare  the  Schools
                     Build a New Social Order” yang terbit pada tahun 1932 sebagaimana
                     yang  dikutip  Arthur  K.  Ellis,  ia  berkeinginan  menjadikan  lembaga
                     pendidikan sebagai wahana rekonstruksi masyarakat.

                            Hal  yang  sama  dikemukakan  oleh  John  Hendrik,  bahwa
                     rekonstrusionisme  merupakan  reformasi  sosial  yang  menghendaki
                     budaya  modern  para  pendidik.  Rekonstrusionisme  memandang
                     kurikulum  sebagai  problem  sentral  dimana  pendidikan  harus
                     menjawab  pertanyaan  beranikah  sekolah  membangun  suatu  orde
                     sosial yang baru. Sehingga tujuan utama dan tertinggi hanya dapat
                     diraih  melalui  kerjasama  antar  bangsa  tanpa  membeda-bedakan
                     warna  kulit,  nasionalitas,  dan  kepercayaan  supaya  peningkatan




                                                      57
   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73