Page 144 - e-modul bh.Indonesia SMPMuh.Rappang9
P. 144

MODUL 2

               vitamin D demi imunitas tubuh. Tapi kulihat jam di HP sudah menunjuk angka 10.55. Ah,
               sudah terlalu panas. Kuurungkan niatku.
               Aku kembali menengok layar HP. Menggulung newsfeed           dari atas ke bawah, bawah ke
               atas. Dan kembali melintasi dengan cepat kabar duka yang satu ke kabar duka


               yang  lain.  Beberapa  saat  seperti  itu,  sampai  tiba-tiba  aku  terpaku  pada  satu  berita
               duka.
                     Tanganku  kaku.  Tubuhku  menegang.  Degup  jantungku  seperti  melonjak  tiba-
               tiba.Ada  satu  unggahan  berisi  ungkapan  belasungkawa  pada  istriku  (kuperiksa  lagi
               namanya,  benar,  nama  istriku)  atas  meninggalnya  suaminya,  aku,  yang  terasa
               mendadak. (Juga kuperiksa apakah benar namaku yang tertulis di sana atau tertulis di
               tagar #RIP seperti biasanya. Benar, namaku.)
                     Aku terdiam beberapa saat. Dengan degup yang masih kencang. Tubuhku terasa
               dingin.
               Apa-apaan  ini?  Siapa  yang  bikin  lelucon  tak  lucu  ini.  Media  sosial  memang  bisa
               membuat orang jadi berbuat tolol dan seenaknya. Karena seluruh kuasa penyampaian
               komentar dan pendapat itu ada di tangan mereka, di jari-jari mereka, tanpa editor atau
               otoritas lain yang akan mengurasi pikiran mereka, setolol apa pun. Aku mulai marah.
                     Tapi  lalu  kubuka  lini  masa  medsosku.  Penuh  dengan  ungkapan  duka.  Atas
               kepergianku kemarin sore. Kemarin sore? Aku memaki keras.
                     Aku  berusaha  menenangkan  diri,  lalu  kuperiksa  lagi  dengan  hati-hati  semua
               medsosku. Dan kali ini aku menemukan berita duka atas kepergianku terpampang di
               mana-mana. Siapa yang membuat kebohongan yang cukup saksama tetapi keji ini?
                     Kepalaku terasa semakin berat. Keringat mulai mengucur dari dahiku.
                     Setengah  berlari  aku  lalu  masuk  ke  dalam  rumah.  Berusaha  mencari  istriku,
               atau  anakku,  atau  pengasuh  anakku,  yang  sejak  tadi  tak  kudengar  dan  kulihat
               kehadiran mereka. Semuanya tak ada. Bahkan kucing peliharaan kami. Aku berlari ke
               pintu depan, melintasi meja makan dengan kursi-kursi yang tak rapi, mainan anakku
               yang tergeletak di lantai di sana sini, lalu sofa dan meja kopi yang selalu tampak tak
               pas ada di ruang itu.
                     Pintu depan terkunci. Dan tak kutemukan anak kunci di lubangnya. Putus asa aku
               berusaha  membuka  paksa  pintu  itu  beberapa  kali  dan  tak  berhasil.  Tubuhku
               basah.Aku  membalikkan  badan,  memandang  ke  ruang-ruang  di  rumahku  yang  tak
               besar. Berantakan, tapi kosong. Tak ada siapa-siapa.
                     Kepalaku terasa semakin berat. Cahaya matahari yang menerobos masuk dari
               pintu dapur yang terbuka tampak bersinar semakin terang. Terus meningkat terang
               dengan cepat, memenuhi seluruh ruang.
                     Sedemikian terang sehingga kesadaranku mulai tersengat. Ya, kini aku “ingat”,
               kemarin sore aku tiba-tiba terjatuh di teras belakang, lalu tak sadarkan diri. Gelap.
               Seperti gelap yang kini tiba-tiba menyergapku.

               (Dikutip dari: https://lakonhidup.com/2020/07/12/berita-kematian-di-media-sosial/)











                                                           134
   139   140   141   142   143   144   145   146   147   148   149