Page 133 - e-book sungai musi
P. 133
Pembangunan kota Palembang selanjutnya sebenarnya hanya
mengikuti strategi pembangunan yang dilakukan kolonial Belanda di
Talang semut. Tapi perubahan strategi ini tidak sepenuhnya sama.
Pembangunan yang dilakukan sekarang tidak diikuti dengan
pembuatan kolam retensi dengan sanitasi atau kanal yang terhubung
dengan Sungai Musi. Kalaupun saat ini dibangun banyak kolam
retensi, tapi sanitasi atau kanal-kanal yang terhubung dengan Sungai
Musi kondisi buruk. Air yang tertampung di kolam retensi tidak
tersalurkan sehingga akan meluap menjadi genangan atau membanjiri
wilayah pemukiman, perkantoran hingga jalan.
Revitalisasi anak sungai Musi dan Rawanya
Jika ingin menjadikan Palembang bebas dari banjir maka yang
harus dilakukan adalah merevitalisasi anak sungai dan kawasan rawa.
Strategi pembuatan kolam retensi sebagai pengganti kawasan rawa
bisa digunakan, akan tetapi harus diikuti dengan pembuatan kanal
yang terhubung dengan sungai musi. Strategi lainnya adalah
mengembalikan fungsi anak sungai yang dulunya berfungsi
menyalurkan air dari kawasan rawa ke Sungai Musi.
Kearifan menata sungai, kanal, kolam, pada kota-kota yang
berada di dataran rendah atau rawa, bukan hanya dilakukan pada masa
Kerajaan Sriwijaya. Tata kelola ini sudah dikembangkan suku bangsa
di Asia Tenggara, jauh sebelum Kerajaan Sriwijaya berdiri. Ini terlihat
pada beberapa kota di dekat sungai besar di Asia Tenggara, seperti
Sungai Mekong, Sungai Musi, Sungai Batanghari, maupun sungai-
sungai di Kalimantan dan Jawa.
Pada masa Kerajaan Sriwijaya hingga Kesultanan Palembang
Darussalam, meskipun ditemukan banyak sungai, para penguasa
justru menambah sungai atau kanal. Di kawasan Palembang Barat
yang merupakan pemukiman padat di masa Sriwijaya—tempat
beradanya Situs Karanganyar, Bukit Siguntang dan Talang Tuwo—
justru dibuat Sungai Soak Bujang, yang menghubungkan Sungai
Kedukan Bukit dengan beberapa anak Sungai Musi lainnya di wilayah
Palembang Barat.
SUNGAI MUSI; Jejak Perjalanan dan Pembangunan Berkelanjutan 101