Page 233 - Jalur Rempah.indd
P. 233
Dari uraian di atas dapat diambil beberapa poin penting yaitu bahwa
rempah merupakan komoditi yang sudah diperdagangkan jauh sebelum abad
masehi. Masyarakat pada pusat-pusat kebudayaan kuno seperti Mesir, India,
Yunani, dan Romawi sudah memanfaatkan rempah-rempah untuk berbagai
kepentingan baik untuk bumbu masak, pengawetan mumi, kesehatan,
dan untuk mengatasi wabah penyakit. Di dunia Barat, rempah-rempah
dipandang bukan hanya sekedar komoditi dagang, tetapi karena kemahalan
dan kelangkaannya serta khasiatnya, rempah-rempah menjadi barang yang
legendaris yang mndorong berbagai pihak untuk menguasainya. Pada awalnya,
supply komoditi rempah-rempah dipasok oleh India dan Srilangka.
Rempah dari kepulauan Nusantara diperkirakan baru memasuki pasar
global seiring dengan perkembangan rute perdagangan laut antara India dan
Cina pada awal abad Masehi. Rempah Nusantara lebih lengkap, berkualitas,
dan murah sehingga merajai komoditi dagang dalam perniagaan melalui laut
antara Eropa dan Cina. Sangat beralasan untuk menyebut jalur perniagaan
antara Eropa dan Cina yang melewati lautan disebut sebagai jalur rempah,
bukan jalur sutera. Dalam konteks itu, kedudukan sutera sebetulnya hanya
erupakan salah satu alat tukar untuk memperoleh komoditi rempah. Apa yang
menjadi komoditi utama dalam jalur perdagangan maritim tersebut adalah
rempah yang sebagian besar dihasilkan oleh Nusantara.
Dinamika ekonomi, budaya dan politik di Eropa telah mendorong
terjadinya penjelajahan samudra untuk dapat mengakses secara langsung
produsen rempah-rempah di dunia Timur sehingga lahirlah imperialisme
dan kolonialisme bangsa-bangsa Barat di Asia. Imperialisme dan kolonialisme
Barat telah mengkondisikan terjadinya perubahan radikal. Gelombang
imperialisme dengan segala persepsi, ekspektasi dan demand telah mengubah
secara radikal peta kekuatan maritim di kepulauan Nusantara.
Imperialisme dan kolonialisme yang merupakan anak kandung
kapitalisme telah menjadikan rempah-rempah yang oleh para penggunanya
dipandang sebagai buah surga, justru seringkali menjadi sumber siksaan