Page 22 - Buku MPLSPDB 20
P. 22
Dan tentunya, ketenteraman dalam beribadah akan semakin mudah diraih manakala
ketenteraman kehidupan pun ada. Dan ketenteraman hidup tentunya akan sangat membutuhkan
timbal balik akhlakul karimah antar individu.
Nabi saw bersabda, “Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?”. Mereka menjawab,
“Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak mempunyai uang dan harta”. Beliau lalu
menjelaskan, “orang yang bangkrut di antara umatku adalah orang yang datang pada hari
kiamat dengan membawa shalat, puasa dan zakatnya. Namun ia pernah mencela orang,
mencaci orang, memakan harta orang, memukul dan menumpakan darah orang. Maka iapun
harus memberikan pahala baiknya kepada orang-orang itu. Jika amal baiknya sudah habis
sebelum dibayar semua, diambillah dosa mereka untuk diberikan kepadanya. Maka iapun
dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim dan Tirmidzi)
Rasulullah saw bersabda, “Demi Allah tidak beriman, Demi Allah tidak beriman, Demi Allah
tidak beriman”. Mereka bertanya, “Siapa ya Rasul?”. Beliau menjawab, “Orang yang
tetangganya merasa tidak aman dari keburukannya.” (HR. Muslim dan Imam Ahmad)
Beberapa orang datang kepada Rasulullah saw. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, fulanah
terkenal rajin mengerjakan shalat, berpuasa dan berzakat. Hanya saja, ia sering menyakiti
tetangganya”. Rasul saw menjawab, “Dia di neraka”. Lalu disebutkan ada seorang wanita
yang shalat, puasa dan zakatnya biasa saja tetapi ia tidak menyakiti tetangganya. Maka Rasul
saw menjawab, “Dia di surga”.
Bagaimana mungkin seorang yang rajin beribadah dapat masuk neraka, sementara yang biasa-
biasa saja masuk surga hanya karena yang rajin beribadah suka menyakiti tetangganya
sedangkan yang biasa-biasa saja tidak pernah menyakiti tetangganya? Mudah saja. Loginya,
seorang yang biasa menyakiti tetangganya tentunya ia mempunyai hutang yang harus dibayar
di akhirat. Bagaimana jika hutang atau dosa kepada tetangganya itu ternyata jauh lebih besar
ketimbang amal ibadahnya? Tentu saja jawabannya adalah “Neraka”. Yang harus kita ingat
adalah, kita tidak pernah tahu bahwa keburukan yang kita lakukan kepada sesama dan kita
anggap sepele ternyata besar di mata Allah swt karena meninggalkan luka yng teramat
mendalam di hati hamba-Nya. Sebaliknya, kita juga tidak pernah tahu manakala amala ibadah
yang kita sangka sangat besar, ternyata sangat sepele bahkan tidak bernilai di mata Allah swt
karena berunsur riya’ dan sebagainya. Wallahua’lam
Syarat-Syarat (Kriteria) Akhlak
Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai akhlak jika ia memenuhi beberapa persyaratan
sebagai berikut:
1. Dilakukan berulang-ulang (continue). Jika dilakukan sekali saja atau jarang-jarang
maka tidak dapat disebut sebagai akhlak. Sebagai contoh: jika seseorang tiba-tiba
memberi hadiah kepada orang lain karena alasan tertentu maka orang tersebut tidak
dapat dikatakan berakhlak mulia.
2. Timbul dengan sendirinya, tanpa pikir-pikir atau ditimbang berulang-ulang karena
perbuatan itu telah menjadi kebiasan baginya. Jika suatu pernuatan dilakukan setelah
dipikir-pikir dan ditimbang-timbang, apalagi karena terpaksa maka perbuatan itu
bukanlah pencerminan akhlak. (Ensiklopedi Islam, Jilid I, 1993:102)