Page 52 - RANGKUMAN MATERI SKL KELAS 8 PAT 20202021
P. 52
Materi persiapan PAT Kelas 8 TP 20202021
Disusun Oleh: FATHONAH SRI UTAMI, S.E
beberapa peristiwa yang terjadi di berbagai wilayah dunia menginspirasi para
anak muda terpelajar Indonesia untuk membangkitkan nasionalisme
Indonesia dalam mengusir penjajah.
37. LATAR BELAKANG MUNCULNYA BERBAGAI MACAM
PEKERJAAN PADA MASA KOLONOAL
Gerakan buruh di Indonesia muncul di sekitar pertengahan abad ke-19 ketika
sifat merkantilis Belanda mulai berubah menjadi kapitalisme-perusahaan dan
ketika peran langsung pemerintah di bidang ekonomi digantikan oleh kelas
borjuasi swasta Belanda. Pada masa ini mulai tumbuh kelas buruh Indonesia.
Kemunculan gerakan buruh juga didorong oleh pertumbuhan kaum terpelajar
pribumi yang radikal. Lapisan yang terakhir ini muncul akibat perluasan
pendidikan gaya barat yang merupakan dampak dari politik etis Belanda.
Selama 1900-1920, misalnya, jumlah murid bumiputera yang bersekolah di
sekolah dasar HIS meningkat dari 896 menjadi 38.024 orang, sementara yang
melanjutkan ke sekolah menengah HBS dan MULO meningkat dari 13 menjadi
1168 orang. Adapun yang sampai ke pendidikan ketrampilan seperti STOVIA
dan OSVIA meningkat dari 376 menjadi 3917 orang (Shiraishi 1997: 37-38).
Pada masa ini, gerakan buruh tumbuh dalam atmosfir perjuangan kebangsaan.
Serikat buruh yang pertama kali lahir di Indonesia adalah Nederland Indische
Onderweys Genootschap (NIOG) atau Serikat Pekerja Guru Hindia Belanda,
yang dibentuk pada 1879. Kemudian, lahirlah bermacam-macam serikat
buruh di Indonesia. Di antaranya adalah Vereeniging voor Spoor-en Tramweg
Personeel in Nederlandsche-Indie (VSTP) yang berdiri pada 1908;
Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumiputera (PPPB) yang dibentuk pada
1914, dan Personeel Fabrik Bond (PFB) yang lahir pada 1918 (Kertonegoro
1999: 9; Shiraishi 1997: 150). Berbagai macam serikat buruh ini tumbuh
bersamaan dengan organisasi-organisasi perjuangan kebangsaan seperti Budi
Utomo dan Sarekat Islam (SI).
Meski perkembangan gerakan buruh pada masa ini tampak pesat, tapi gerakan
buruh di masa ini sebenarnya tidak kuat. Pasalnya, struktur kapitalisme
kolonial masih mendasarkan dirinya pada perdagangan dan produksi hasil
bumi, sehingga jumlah buruh hanya sedikit dibandingkan keseluruhan
penduduk Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada sensus 1930, yang menyatakan
bahwa orang yang bekerja di perusahan-perusahaan manufaktur yang sudah
termekanisasi hanya 300.000 orang (Hadiz 1997: 41-42). Begitu pula, jumlah
buruh yang aktif dalam gerakan hanya sebagian kecil dari total jumlah buruh
di Indonesia. Keanggotaan VSTP yang sebanyak 13.000 pada 1923, misalnya,
hanya sekitar seperempat dari keseluruhan buruh kereta api dan trem di
Pulau Jawa.
Lemahnya gerakan buruh ini bisa terlihat saat pemerintah kolonial
mengakhiri politik etisnya. Beberapa serikat buruh besar yang mencoba
melakukan pemogokan besar berhasil dilumpuhkan oleh pemerintah.
Misalnya, pemogokan PPPB pada 1922, yang meluas dan mendapat dukungan
dari organisasi-organisasi pembebasan nasional seperti Centraal Sarekat
Islam (CSI), PKI, Budi Utomo, Muhammadiyah dan Revolutonaire Vakcentrale
pimpinan Tan Malaka serta Bergsma, berakhir dengan pemecatan 1000 orang
buruh. Abdul Muis dan Reksodiputro pun diciduk di Garut, sementara Tan
52