Page 16 - e-modul/PPKn-XI-2
P. 16

kekuatan Barat untuk mengonsultasikan dengan mereka tentang keputusan-
               keputusan yang memengaruhi Asia pada masa Perang Dingin; kekhawatiran
               mereka  mengenai  ketegangan  antara  Uni  Soviet  dan  Amerika  Serikat;
               keinginan mereka untuk membentangkan fondasi bagi hubungan yang damai
               antara  Tiongkok  dengan  mereka  dan  pihak  Barat;  penentangan  mereka
               terhadap  kolonialisme,  khususnya  pengaruh  Prancis  di  Afrika  Utara  dan
               kekuasaan  kolonial  Prancis  di Aljazair;  dan  keinginan  Indonesia  untuk
               mempromosikan       hak      mereka      dalam      pertentangan
               dengan Belanda mengenai Irian Barat.
                      Sepuluh poin hasil pertemuan ini kemudian tertuang dalam apa yang
               disebut Dasasila  Bandung,  yang  berisi  tentang  "pernyataan  mengenai
               dukungan  bagi  kerukunan  dan  kerjasama  dunia".  Dasasila  Bandung  ini
               memasukkan     prinsip-prinsip   dalam Piagam   PBB dan   prinsip-
                           [3]
               prinsip Nehru.  Konferensi   ini   akhirnya   membawa    kepada
               terbentuknya Gerakan Non-Blok pada 1961.

               Sejarah
                  1)  Latar Belakang
                            Konferensi   Asia–Afrika   didahului   oleh Persidangan
                      Bogor pada tahun 1949. Persidangan Bogor merupakan pendahuluan
                      bagi Persidangan Kolombo dan Konferensi Asia–Afrika. Persidangan
                      Bogor ke-2 diadakan pada 28–29 Desember 1954.

                            Konferensi  Asia–Afrika  merefleksikan  apa  yang  oleh  para
                      penyelenggara  dianggap  sebagai  keengganan  kekuatan  Barat  untuk
                      berkonsultasi   dengan   mereka   mengenai   keputusan   yang
                      mempengaruhi  Asia  dalam  pengaturan  ketegangan Perang  Dingin;
                      keprihatinan  mereka  atas  ketegangan  antara Republik  Rakyat
                      Tiongkok dan Amerika Serikat; keinginan mereka untuk meletakkan
                      fondasi yang lebih kuat bagi hubungan perdamaian Tiongkok dengan
                      diri  mereka  sendiri  dan  Barat;  penentangan  mereka  terhadap
                      kolonialisme,  khususnya  pengaruh  Prancis  di  Afrika  Utara  dan
                      pemerintahan kolonialnya di Aljazair; dan keinginan Indonesia untuk
                      mempromosikan       kasusnya      dalam       perselisihan
                      dengan Belanda di Nugini Barat (Irian Barat).

                            Soekarno,   presiden   pertama   Republik   Indonesia,
                      menggambarkan dirinya sebagai pemimpin kelompok negara ini, yang
                      kemudian ia gambarkan sebagai "NEFOS" (Newly Emerging Forces,
                      Kekuatan Dunia Baru). Pada 4 Desember 1954, Perserikatan Bangsa-
                      Bangsa mengumumkan bahwa Indonesia telah berhasil mendapatkan
                      masalah Irian  Barat yang  ditempatkan  dalam  agenda  sidang Majelis
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21