Page 23 - Pelangi Persahabatan – Kumpulan Cerpen Karya Murid SD di Kabupaten Bombana
P. 23
MEMBONCENG GISTA
Oleh : Muhammad Ardi
Bruk!
Tabrakan itu tak dapat dihindari. Setir sepedaku menganai sikunya. Ia meringis
memegang lengannya yang lecet. Sementara aku terpelanting dua meter dari lokasi
tabrakan. Aku buru-buru bangkit dan menghampirinya. Aku meminta maaf dengan
perasaan sangat bersalah.
“Kamu harus membayar ini semua.”
“Saya, kan, sudah minta maaf.”
“Belum cukup!”
Gadis itu tampak tidak senang dengan insiden tadi. Aku cuman bisa mengusap dada.
Suara pengarah upacara bendera bergema seantero sekolah.
“Barangsiapa yang peralatannya tidak lengkap, silakan mengambil tempat di depan
pintu gerbang.”
Mampus. Aku salah satunya. Selain harus menahan memar di jidatku, ditantang oleh
murid lain, bangun terlambat, rupanya aku masih harus menjalani hukuman karena lupa
membawa topi. Pagi yang mengesalkan.
Beberapa mata pelajaran kulewati dengan sewajarnya. Hingga akhirnya waktu pulang
pun tiba. Saat hendak mengayuh, kurasakan ban sepedaku tak mau bergerak. Sial, kedua
bannya kempes. Jangan-jangan....
“Kamu. Kamu harus membayar kejadian tadi pagi.”
Ya ampun, gadis itu rupanya tidak main-main. Dia benar-benar dendam padaku. Aku
berusaha untuk tidak memedulikannya. Kudorong sepeda dengan perasaan yang campur
aduk.
“Jangan lari, sini lawan aku.”
Ia mengejarku dan mendorong sepedaku hingga jatuh ke tanah. Aku mengangkat
sepedaku dan mendekatinya.
“Mau kamu apa?” kataku pada Gadis itu.
Tiba-tiba suara Pak Ode terdengar meneriaki kami dari kejauhan.
“Ada apa ini?”
“Oh, tidak, Pak. Ini rantai sepeda saya lepas. Bannya juga kempes. Tadi mau dibantu
sama Gista.”
Gadis itu pasti heran dari mana aku tahu namanya. Lagi pula, siapa yang tidak tahu
nama anak mantan kepala sekolah SD ini? Dia tampak salah tingkah.
“Iya, kan, Gista? Nanti pulang saya bonceng, ya?”
Pak Ode mendekati kami, memeriksa sepedaku yang rantainya tidak terlepas tetapi
bannya kempes. Ia lantas berlari ke pos satpam yang tidak jauh dari tempat kami berada.
Ia kembali dan membantu mengisi angin. Setelah selesai kuucapkan terima kasih. Aku
lantas menuntun tangan Gista dan menyilakannya naik ke boncengan. Ia pun menurut,
seperti tak tahu harus berbuat apa. Sepanjang perjalan menuju rumahnya, ia diam. Sekali
berkata, ia hanya mampu meminta maaf.
*****
11