Page 38 - Pelangi Persahabatan – Kumpulan Cerpen Karya Murid SD di Kabupaten Bombana
P. 38
OK, BOS!
Oleh : Irvan Syahran
Suatu sore, aku, Lia, Ramang, Ikal, dan Gebi bermain petak umpet. Kebetulan saat
itu aku yang bertugas menjadi penjaga. Keempat temanku berlarian mencari tempat
sembunyi. Aku menghitung dengan keras, agar teman-teman bergegas. Ada yang berlari
ke balik WC umum, ada yang ke tumpukan gabah tetangga, ada pula yang sembunyi di
balik pagar bibit mangga.
Ikal yang tak sempat bersembunyi bisa kutemukan dengan mudah.
“Ikal, dapat!” teriakku sambil tertawa.
Ia pun duduk di dekat pohon asam tempat aku menutup mata. Aku melanjutkan
pencarian, sementara Ikal kusuruh untuk menunggu. Aku melihat bayangan di balik
dinding WC. Saat bersamaan Ikal memberi kode kepada sosok itu untuk berganti tempat
persembunyian. Bayangan itu berlari sambil menunduk ke arah tumpukan karung gabah.
Sayang, ia terlalu cepat. Aku lekas mengganti fokus pandanganku.
Ada kelebat lain di balik pagar bambu bibit mangga. Jaraknya kurang lebih lima meter
dariku. Bajunya biru. Itu pasti Lia.
“Lia, di pagar bibit!”
Lia pun keluar.
“Untung bukan aku yang pertama.” ucap Lia sambil tertawa.
Bayangan lain berlari kecil ke arah belakang WC umum. Aku tahu itu siapa.
“Gebi, belakang WC.” Tak sulit menemukannya.
Sisa Ramang. Sembunyi di mana si lincah itu? Aku bergumam.
Telingaku kurasakan tiba-tiba panas. Seseorang menjewerku. Aku pun berbalik dengan
kesal.
“Salahku apa?” tanyaku pada Pak Raden.
“Kalian yang menghambur gabah, kan?”
Aku tahu ada yang tidak beres. Pak Raden melepas telingaku dan menatap kami satu
per satu. Ramang tiba-tiba keluar dari belakang gerobak di antara karung gabah yang
isinya telah berhamburan. Ia tersenyum canggung. Kami semua melotot ke arahnya.
“Saya nggak mau tahu. Saat saya kembali, semua sudah harus bersih seperti semula.”
“Baik, Pak.” Kami semua menyahut.
Kami pun membersihkan gudang. Memasukan gerabah yang terhambur ke dalam
karung. Rasanya gatal sekali. Lia yang alergi debu tak berhenti bersin.
“Ini semua gara-gara kamu.” Ikal mulai menyalahkan Ramang.
”Saya kan hanya cari aman.” Ramang membela diri.
“Coba tadi kamu cari yang dekat-dekat saja” Gaby menimpali.
“Sudah. Kalau kita terus berdebat, pekerjaan tidak akan selesai. Ayok, angkut semua.”
“Ok, Bos!” Mereka hampir bersamaan menyahut saranku. Kami semua akhirnya
tertawa meski kelelahan.
Setelah lama menahan gatal-gatal di badan, akhirnya pekerjaan tambahan kami pun
selesai.
*****
23