Page 58 - Pelangi Persahabatan – Kumpulan Cerpen Karya Murid SD di Kabupaten Bombana
P. 58
KEJUJURAN AULIA
Oleh : Muhammad Fahran Waynaro
Sore itu, Aulia dan Cania bermain badminton bersama. Mereka paling senang sama
permainan itu. Sebab selain bermain, mereka juga bisa sekalian berolahraga. Dari
badminton, mereka juga belajar bagaimana bersaing secara sehat memenangkan setiap
babak.
Selain bertetangga, kedua bocah perempuan itu juga duduk di kelas yang sama. Kelas
VI SDN 14 Sikeli. Mereka akrab sejak kecil. Selain bermain, mereka juga sering belajar
bersama.
“Oya, besok ulangan IPA, ya?” Aulia bertanya di sela-sela permainan.
Sambil memukul bola, Aulia menjawab, “Ya ampun, iya. Saya belum belajar.”
“Santai aja. Kamu kan pintar.”
Aulia tidak menanggapi gurauan Cania. Karena menghayal, bola jatuh di sudut
lapangan Aulia. Poin untuk Cania.
Sepulang dari bermain, Aulia langsung mandi dan belajar. Karena kelelahan, ia tertidur
di meja belajarnya. Padahal baru beberapa halaman yang ia baca.
Hari pun berganti. Di depan rumah, beberapa murid tampak berjalan beriringan menuju
sekolah.
“Tadi malam sempat belajar?” tanya Cania.
“Sudah, bab empat?” Aulia menanggapi pertanyaan kawannya dengan sedikit cemas.
“Bukan, bab tiga.”
“Hah? Matilah aku.”
Tiba-tiba Ibu Nunik muncul di depan pintu. Anak-anak menghambur menuju bangku
masing-masing.
“Naikkan selembar kertas kalian.”
Kelas mendadak sunyi. Suara Bu Nunik khas sekali, parau dan tegas. Murid paling
bandel sekalipun tak berani macam-macam di depannya.
Ibu Nunik membagikan lembaran soal kepada seluruh siswa. Seluruh siswa tampak
sibuk mengerjakan soal ulangan. Dengan perasaan ragu, Aulia berusaha menjawab soal
sebisanya.
Suara telepon selular Bu Nunik tiba-tiba berbunyi. Suara di seberang sana membuatnya
harus keluar sebentar ke ruang guru. Ia menitip pesan agar murid-murid tetap tenang
mengerjakan soal.
Sepeninggal Bu Nunik, anak-anak mulai berisik. Sebagian besar malah mulai membuka
buku catatannya untuk menyontek, kecuali Aulia.
Keesokan harinya hasil ulangan dibagikan. Ketika menerima hasil ulangannya, Aulia
tampak sedikit kecewa. Ia mentok di nilai 80. Ia menyesal mengapa menghabiskan banyak
waktu untuk bermain Badminton sehari sebelum ulangan. Ia tertunduk sedih. Berbeda
halnya dengan Joshua, Sumini, dan Komang yang tampak sumringah. Nilai ulang mereka
sempurna. Aulia semakin berkecil hati.
“Ibu tahu bahwa kemarin kalian semua menyontek.”
Semua murid tiba-tiba terpaku mendengar pengakuan Bu Nunik.
“Ya, beberapa nilai teman kalian memang sangat memuaskan. Tetapi itu hasi contekan,”
kata Bu Nunik sambil menatap murid-muridnya, “Apalagi, Ibu tahu kemampuan kalian
masing-masing sampai di mana.”
39