Page 21 - PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA MELALUI STRATEGI DIPLOMASI
P. 21
dilanjutkan pada tanggal 1 Mei 1949. Kemudian pada tanggal 7 Mei 1949 tercapai
Persetujuan Roem-Royen. Isi Persetujuan Roem-Royen antara lain sebagai berikut:
a) Pihak Indonesia bersedia mengeluarkan perintah kepada pengikut RI yang
bersenjata untuk menghentikan perang gerilya. RI juga akan Ikut serta dalam
Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, guna mempercepat penyerahan
kedaulatan kepada Negara Indonesia Serikat (NIS), tanpa syarat.
b) Pihak Belanda menyetujui kembalinya RI ke Yogyakarta dan menjamin penghentian
gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik. Belanda
juga berjanji tidak akan mendirikan dan mengakui negara-negara yang ada di
wilayah kekuasaan RI sebelum Desember 1948, serta menyetujui RI sebagai
bagian dari NIS.
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Sumatra memerintahkan Sri Sultan
Hamengkubowono IX untuk mengambil alih pemerintahan Yogyakarta dari pihak Belanda.
Pihak tentara dengan penuh kecurigaan menyambut hasil persetujuan itu, namun Panglima
Jenderal Sudirman memperingatkan seluruh komando kesatuan agar tidak memikirkan
masalah-masalah perundingan.
Setelah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta, pada tanggal 13 Juli 1949
diselenggarakan sidang Kabinet RI yang pertama. Pada kesempatan itu, Syafruddin
Prawiranegara mengembalikan mandatnya kepada Wakil Presiden Moh. Hatta. Dalam
sidang kabinet juga diputuskan untuk mengangkat Sri Sultan Hamengkobuwono IX
menjadi Menteri Pertahanan merangkap Ketua Koordinator Keamanan.
E. Konferensi Inter Indonesia
Belanda tidak berhasil membentuk negara-negara bagian dari suatu negara federal. BFO.
Namun di antara para pemimpin BFO banyak yang sadar dan melakukan pendekatan
untuk bersatu kembali dalam upaya pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS). Hal ini
terutama didorong oleh sukses yang diperoleh para pejuang dan TNI kita dalam perang
gerilya. Mereka sadar hanya akan dijadikan alat dan boneka bagi kekuasaan Belanda.
Oleh karena itu perlu dibentuk semacam front untuk menghadapi Belanda.
Sementara itu, Kabinet Hatta meneruskan perjuangan diplomasi, yaitu
20