Page 4 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 4

Menembus Kabut Hitam
                     Kepemimpinan Jawa sungguh penuh tabir, ibarat ada kabut hitam yang menutupi. Lewat
               kacamata putih, saya mencoba menembus kabut hitam. Kabut itu suatu saat menebal dan saat
               yang  lain  menipis,  samar-samar,  dan  tidak  jelas.  Begitulah  dunia  kepemimpinan  Jawa  yang
               selama ini berkembang. Kepemimpinan itu ada tetapi tiada secara kasatmata. Banyak pimpinan
               Jawa  yang  berada  dalam kabut  hitam, karena telah  bercampur  dengan  endapan kabut  yang
               lain.
                     Lewat candela antropologi sastra, antropologi budaya, dan antropologi politik yang saya
               timba  di  FIB  UGM  selama  tujuh  tahun,  saya  ingin  menembus  kabut  hitam  itu  pelan-pelan.
               Lampu  pijar  pun  harus  saya  hidupkan.  Terlebih  lalgi  ketika  bangsa  ini  sedang  riuh
               membicarakan seorang pemimpin, kabut semakin goyah, tanpa kepastian. Bahkan salah satu
               teman sering bilang, sekarang belum ada sosok pemimpin yang layak memimpin bangsa ini.
               Para pimpinan yang sesekali nampak di kabut hitam, katanya telah mengalami “radang” dan
               pembusukan  hati.  Akibatnya,  hati  mereka  tertutup  kabut,  hingga  kotor  melebihi  bau  WC  di
               terminal bus.
                     Buku  ini  saya  rajut,  dalam  kerangka  menawarkan  kacapandang,  untuk  mencermati
               mutiara  di  tengah  kabut  kepemimpinan.  Sepanjang  jaman,  pemimpin  Jawa  memang  paling
               unik.  Banyak  pimpinan  yang  pura-pura  (lamis),  tetapi  perilakunya  berbeda  dengan  yang
               diucapkan.  Orang  Jawa  memang  banyak  yang  berpura-pura  memimpin  secara  halus,  tetapi
               sesungguhnya  keras.  Kekerasan  orang  Jawa  dibungkus  dengan  kata-kata  lembut.  Pimpinan
               Jawa  memang  kadang-kadang  aneh,  penuh  dengan  kamuflase.  Situasi  semacam  ini  sering
               melilit dunia kepemimpinan Jawa di semua tingkat komunitas. Begitulah kabut yang diombang-
               ambingkan angin, tidak pernah reda.
                     Di  tengah  kabut  hitam,  kalau  saya  perhatian  seekor  semut,  rasanya  memiliki
               kepemimpinan  yang  cukup  canggih.  Mereka  berderet-deret,  membawa  daging,  melewati
               tembok, dengan susah payah, dan akhirnya sampai pada tempat yang dianggap aman. Semut
               adalah makhluk yang hebat. Kepemimpinannya, cukup meyakinkan  karena penuh kerjasama
               antar semut. Saya tidak begitu paham dunia semut, tetapi dapat saya duga semut pun tahu jika
               dipimpin dan memimpin.
                     Jangankan  semut,  dunia  tikus  pun  dapat  saya  rasakan  memiliki  pimpinan.  Dunia  tikus,
               yang memimpin juga tikus tentu saja. Pimpinan tikus tentu akan menggiring anggotanya agar
               berlaku  agar  dunianya  bertindak  sesuai  kepentingannya.  Biasanya,  mereka  bersembunyi-
               sembunyi,  bertindak  tanpa  piker  panjang.  Tikus  selalu  dipimpin  untuk  melakukan  gerakan
               merusak.  Almari,  pintu,  karung,  dan  lain-lain  selalu  menjadi  santapan  tikus.  Celakanya  lagi,
               tikus selalu beranak pinak di tempat dia makan dan merusak. Begitulah pimpinan dunia tikus,
               senantiasa berbuat yang banyak merugikan.
                     Semua hal, kiranya membutuhkan pimpinan, namun masih terliputi kabut. Di dunia semut
               pun, ada pimpinan. Rayap juga memiliki pimpinan. Entah disebut raja atau apa pun sebutannya,
               selalu ada pimpinan. Dunia hewan jauh lebih mudah dipimpin, dibanding manusia. Hewan itu
               tidak  mempunyai  nalar,  sehingga  mudah  ditata  atas  dasar  insting.  Sebaliknya,  manusia
               termasuk  makhluk  yang  lengkap  sehingga  seringkali  tidak  mudah  diatur.  Manusia  mudah
               tertutup kabut dan bahkan membuat kabut hitam tebal.
                     Memimpin  itu  upaya  menguasai  orang  atau  pihak  lain.  Jagad  pemimpin  Jawa,  banyak
               yang  dibungkus  ke  dalam  karya  sastra,  diekspresikan  lewat  budaya,  dan  tertiup  oleh  angin
   1   2   3   4   5   6   7   8   9