Page 50 - @BIP
P. 50
Page 30
tentang sumber daya alam khususnya dengan tumbuhan obat.
Secara umum, masyarakat Ammatoa Kajang terutama
kepala suku dan pemangku adat dan beberapa masyarakat
lainnya terutama orantua tidak mengenal baca tulis
sebagaimana di pendidikan formal sehingga pengetahuan lokal
mereka dapatkan secara lisan dari nenek moyang. Menurut
Amma (pemimpin adat) pengetahuan tersebut didapatkan
secara lisan yang berisi aturan dari leluhur yang disampaikan
dalam bentuk “pasang” (pesan). Pesan lisan tersebut
menggambarkan bahwa mereka bagian dari alam sehingga
alam tidak boleh diperlakukan semena-mena dan kesadaran
pengetahuan sebagai penyeimbang ekosistem (Mithen et al.
2015). Adapun pesan tersebut berbunyi sebagai berikut:
1 1 1 "Anjo boronga anre nakkulle nipanraki. Punna nipanraki
boronga, nupanraki kalennu” (hutan tidak boleh dirusak,
jika anda melanggarnya maka akan merusak dirimu
sendiri);
2 2 2 "Iya minjo boronga kunne pusaka, anjo boronga
angngontaki bosiya, aka’na kajua akkapaloppo tumbusu
(hutan adalah pusaka kita, hutanlah yang men-
datangkan hujan, akar kayu memperbesar mata air);
3 3 3 "Punna ni ta’bangngi kayunna, nuni papi ronga ngurangi
(jika
bosi,
pantare
rumbus
kayunya
ditebang
diperkirakan dapat mengurangi hujan sehingga tidak
ada lagi air di sumur);
4 4 4 “Anjo natahang ri boronga karana pasang, rettopi
karena
ada”
dapat
(hutan
lestari
adat,
rettoi
tanayya
nanti bumi rusak dan adat juga ikut rusak).
Sistem pengetahuan lokal tumbuhan obat masyarakat suku
Ammatoa Kajang terbagi menjadi 4 indikator yaitu:
1. Pemanfaatan
a. Tumbuhan obat yang dapat dimanfaatkan masyarakat
sebanyak 104 spesies yang dikelompokkan menjadi 50
famili. Tumbuhan obat sebagian besar dimanfaatkan