Page 103 - Sejarah Tamadun Islam 2
P. 103

aspek yang dapat membawa kepada sakīnah, yakni jiwa yang tenang (nafs muthma’innah) dan sayang kepada yang lain (rifq), dapat dirasakan di dalam kebudayaan seperti cerita seorang ahli sufi yang tidak memetik bunga sehingga ia selesai bertasbih kepada Allah SWT.
Di dalam membahaskan kebudayaan, ianya juga terkait dengan teknologi. Teknologi di dalam pandangan Al-Attas berperanan hanya sebatas pertukangan. Jadi, ia bukan perkara utama yang menentukan nasib insan dan malah dapat merugikan dirinya jika tidak sesuai dengan fitrahnya. Sebagai contoh, teknologi masakini di dalam pengelolaan makanan sangat canggih, tetapi masih banyak negri yang dilanda kelaparan.
Di dalam melahirkan rencana kebudayaan yang sesuai dengan cara
pandang alam Islam perlu dimulai dengan pembangunan diri beserta
ilmu-ilmu yang bermanfaat baginya seperti yang dirumuskan oleh
Imam al-Ghazālī raḥimahullāh “Ilmu pengenalan diri tentang haknya
dan tuntutan-tuntutan terhadapnya (مع ِر َف ُة ال َّن ْفس ما َل َها وما َع َلي َها)”. Dengan
itu, pembentukan kebudayaan melalui pendidikan dapat dilakukan menuju kepada kehidupan yang berlandaskan kepada ajaran agama yang bermuatan ketamadunan (religious regime of culture), dan bukan sekadar pemenuhan keperluan yang bersifat materi (natural regime of culture) atau spekulasi akal (rational regime of culture), seperti dinyatakan oleh Ibn Khaldun.89
Dalam membentuk kebudayaan, Islam memiliki pilar-pilar yang khas yang tidak dimiliki oleh kebudayaan lainnya. Di antara pilar tersebut adalah:
89 Penjelasan tentang agama dan budaya ini disadur dari perkuliahan yang disampaikan oleh Encik Roslan Abd Jelani pada sesi ‘Training of Trainers’ yang diselenggarakan oleh Andalus Corporation pada 6 Oktober 2020.
ْ
ََََْ
sejarah tamadun islam 2
89























































































   101   102   103   104   105