Page 188 - Ebook_Toponim Jogja-
P. 188
170 Toponim Kota Yogyakarta
ecamatan Kotagede terdiri dari 3 kelurahan, 10 kampung, 40 RW, dan 165 RT
Kdengan luas 3,07 km . Sebelah utara Kotagede berbatasan dengan Kecamatan
2
Banguntapan (Kabupaten Bantul), sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan
Banguntapan (Kabupaten Bantul), sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan
Banguntapan (Kabupaten Bantul), dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan
Umbulharjo.
Nama Kotagede berasal dari Bahasa Jawa, yaitu “kuthagedhe” yang terdiri dari 2 kata:
“kutha” dan “gedhe”. Poerwadarminta dalam kamus Bausastra Jawa (1939) menyebut
“kutha” yang memiliki makna (1) pagar bata keliling, benteng (pagêr bata mubêng,
bètèng) dan (2) negara (nêgara). Negara bisa pula diartikan sebagai keraton atau
kerajaan, sedangkan “gedhe” dalam Bahasa Jawa artinya “besar”. Tak jauh berbeda dengan
kamus Bausastra Jawa, dalam Javanese-English Dictionary karya Elinor Clark Horne (1974)
dijelaskan bahwa “kutha” bermakna (1) kota (city) dan (2) sebuah tembok bata yang
melingkungi sebuah kota atau istana (a brick wall enclosing a city or palace), sementara
kutha gêdhe berarti sebuah kota dengan lebih dari 250.000 penduduk (a city of more than
250.000 inhabitants).
Ditelisik dari sejarahnya, wilayah yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede ini
dahulu merupakan ibukota Kerajaan Mataram Islam yang pertama. Daerah tersebut
diberikan oleh Sultan Pajang, Hadiwijaya, kepada Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng
Panjawi, Danang Sutawijaya/Ngabehi Loring Pasar, dan Ki Juru Martani sebagai hadiah
atas kemenangan terhadap musuh Hadiwijaya, yaitu Arya Penangsang dari Jipang.
Selain tanah Mataram, Sultan Hadiwijaya juga memberikan daerah Pati kepada mereka.
Daerah Pati diambil oleh Ki Ageng Panjawi dengan persetujuan Ki Ageng Pemanahan
dan Ki Ageng Panjawi sehingga kemudian ia dikenal dengan sebutan Kyai Ageng Pati.
Ki Ageng Pemanahan, Ngabehi Loring Pasar, dan Ki Juru Martani yang memilih daerah
Mataram, memutuskan untuk tinggal di Mataram. Daerah yang masih berupa hutan
belukar itu mereka buka dan mereka jadikan tempat tinggal dengan seizin Jayaprana,
orang yang sebelumnya telah tinggal di tempat itu. Mereka lalu menetap di Kotagede.
Sepeninggal Ki Ageng Pemanahan, Sutawijaya lah yang menggantikan posisi ayahnya.
Berbeda dengan Ki Ageng Pemanahan, Sutawijaya atau Ngabehi Loring Pasar ingin
daerah Mataram berdiri sendiri dan lepas dari Kesultanan Pajang. Sutawijaya lalu
membangun tembok di sekililing istananya. Selain mengabaikan kewajiban seba

