Page 45 - AKIDAH DAN ILMU KALAM E-BOOK
P. 45

A.  Pengertian Murji’ah


                                 Kata  Murji‟ah  berasal  dari  kata  bahasa  Arab  arja‟a,  yarji‟u,  yang

                          berarti  menunda  atau  menangguhkan.  Salah  satu  aliran  teologi  Islam  yang
                          muncul pada abad pertama Hijriyah. Pendirinya tidak diketahui dengan pasti,

                          tetapi Syahristani menyebutkan dalam bukunya Al-Milal wa an-Nihal (buku
                          tentang perbandingan agama serta sekte-sekte keagamaan dan filsafat) bahwa

                                                                                                   26
                          orang pertama yang membawa paham Murji‟ah adalah Gailan ad-Dimasyqi.
                                 Aliran ini disebut Murji‟ah karena dalam prinsipnya mereka menunda

                          penyelesaian persoalan konflik politik antara Ali bin Abi Thalib, Mu‟awiyah

                          bin Abi Sufyan dan Khawarij ke hari perhitungan di akhirat nanti. Karena itu
                          mereka tidak ingin mengeluarkan pendapat tentang siapa yang benar dan siapa

                          yang  dianggap  kafir  diantara  ketiga  golongan  yang  tengah  bertikai  tersebut.
                          Menurut pendapat lain, mereka disebut Murji‟ah karena mereka menyatakan

                          bahwa orang yang berdosa besar tetap mukmin selama masih beriman kepada

                          Allah  SWT  dan  rasul-Nya.  Adapun  dosa  besar  orang  tersebut  ditunda
                          penyelesaiannya  di  akhirat.  Maksudnya,  kelak  di  akhirat  baru  ditentukan

                          hukuman baginya.

                                 Persoalan  yang  memicu  Murji‟ah  untuk  menjadi  golongan  teologi

                          tersendiri  berkaitan  dengan  penilaian  mereka  terhadap  pelaku  dosa  besar.

                          Menurut  penganut  paham  Murji‟ah,  manusia  tidak  berhak  dan  tidak
                          berwenang untuk menghakimi seorang mukmin yang melakukan dosa besar,

                          apakah  mereka  akan  masuk  neraka  atau  masuk  surga.  Masalah  ini  mereka
                          serahkan  kepada  keadilan  Tuhan  kelak.  Dengan  kata  lain  mereka  menunda

                          penilaian itu sampai hari pembalasan tiba.

                                 Paham kaum Murji‟ah mengenai dosa besar berimplikasi pada masalah

                          keimanan seseorang. Bagi kalangan Murji‟ah, orang beriman yang melakukan

                          dosa besar tetap dapat disebut orang mukmin dan perbuatan dosa besar tidak
                          mempengaruhi kadar keimanan. Alasannya, keimanan merupakan keyakinan

                          hati  seseorang  dan  tidak  berkaitan  dengan  perkataan  ataupun  perbuatan.
                          Selama  seseorang  masih  memiliki  keimanan  didalam  hatinya,  apapun


                          26
                              Hadariansyah,  Pemikiran-Pemikiran  Teologi  Dalam  Sejarah  pemikiran  Islam,
                   (Banjarmasin: Antasari Press, 2010), hlm. 58.


                                                           37
   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50