Page 82 - AKIDAH DAN ILMU KALAM E-BOOK
P. 82

45
                yang dimaksud Jahmiyah adalah kelompok Mu‟tazilah.


                       Mu‟tazilah  menyebut  dirinya  sebagai  Ahl  al-„adl  wa  al-tauhid  sebagaimana

                diebutkan  oleh  As-Sahrastani,  namun  menurut  Harun  Nasution,  walaupun  lebih  suka

                disebut Ahl al-„adl wa al-tauhid, mereka tidak menolak disebut Mu‟tazilah. Bahkan dari
                ucapan-ucapan  pemuka  Mu‟tazilah  dapat  disimpulkan  bahwa  mereka  sendirilah  yang

                memunculkan nama itu. Al-Qodhi Abd al-Jabbar misalnya mengatakan bahwa dalam Al-
                Qur‟an terdapat kata I‟tazla yang mengandung arti menjauhi yang salah, dengan demikian

                mu‟tazilah  mengandung  arti  pujian.  Ia  juga  menambahkan  adanya  hadits  yang
                menerangkan bahwa umat akan terpecah menjadi 73 golongan dan yang paling patuh dan

                                                                46
                terbaik di antaranya adalah golongan Mu‟tazilah.

                       Mereka juga menyebut dirinya sebagai Ahlul Haq dan Al-Firqoh Najiyah, karena

                mereka menganggap dalam kebenaran dan selainnya dalam kebatilan.





                    C.  Tokoh-Tokoh Mu’tazilah


                    1.  Wasil bin Atha'


                         Ia lahir di Madinah, pelopor ajaran ini. Pada mulanya, Washil bin Atha' adalah murid

                ulama  terkenal,  Hasan  Al-Bashri.  Namun,  Washil  bin  Atha'  kemudian  mengembangkan

                paham teologi tersendiri sehingga menentang pendapat gurunya tersebut.
                        Alkisah, suatu kali Hasan Al-Bashri menjelaskan pokok-pokok ajaran Khawarij yang

                memfatwakan  bahwa  pelaku  dosa  besar  dihukum  kafir.  Hasan  Al-Bashri  mengomentari
                bahwa pelaku dosa besar tidak bisa digolongkan sebagai orang kafir, tetapi masin berstatus

                mukmin sepanjang ia beriman.
                        Lantas,  Washil  bin  Atha'  berkomentar  atas  pendapat  Hasan  Al-Bashri  dengan

                menyatakan  bahwa  pelaku  dosa  besar  tidak  dapat  dikategorikan  mukmin,  tidak  bisa  juga

                dianggap kafir. Kedudukan pelaku dosa besar, menurut Washil bin Atha', di antara 2 posisi
                (al-manzilatu baina manzilatain).

                        Lambat  laun,  Washil  bin  Atha'  mengajarkan  pemikirannya  hingga  menjadi  aliran

                yang berpengaruh luas dan populer pada masa Dinasti Abbasiyah.

               45
                  Awad bin Abdullah Al-Mu’tiq, Al-Mu’tazilah wa Ushuluddin Al-Khamsah wa Mauqifu Ahlus Sunnah Minha,
               hal. 21-24
               46
                  Mawardy Hatta, Aliran Muktazilah dalam Lintasan Sejarah pemikiran Islam, Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol.12
               No.1, Januari 2013, hal. 90
                                                           74
   77   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87