Page 7 - Kelompok 4
P. 7

Masyumi merupakan organisasi yang memiliki peran penting dalam


                                                                                          sejarah Indonesia. MIAI/Masyumi telah memberikan kontribusi besar bagi


                                                                                          perjuangan kemerdekaan Indonesia dan pembangunan bangsa



                                                                                          Indonesia..




                                                                                           Masyumi didirikan pada November 1943. Ketua Pengurus Besarnya KH Hasyim


                                                                                           Asy'ari. Wakilnya dari Muhammadiyah antara lain KH Mas Mansyur, KH Farid


                                                                                           Ma’ruf, KH Mukti, KH Wahid Hasyim, dan Kartosudarmo





                                                                            Sementara Wakil Masyumi dari Nahdatul Ulama yakni KH Nachrowi, Zainul Arifin, dan KH


                                                                            Muchtar. Masyumi berkembang dengan cepat karena di setiap karesidenan ada


                                                                            cabangnya. Tugas Masyumi di antaranya meningkatkan hasil bumi dan mengumpulkan


                                                                            dana. Masyumi jadi wadah bertukar pikiran antara tokoh-tokoh Islam sekaligus menjadi


                                                                            tempat penampungan keluh kesah rakyat. Masyumi juga berani menolak budaya Jepang


                                                                            yang tak sesuai dengan ajaran Islam. Salah satunya yakni seikerei atau posisi


                                                                            membungkuk 90 derajat ke arah Tokyo.



                                                                                   Ayah Buya Hamka, Abdul Karim Amrullah menolak sebab umat Islam hanya melakukan


                                                                                   posisi itu ketika rukuk saat shalat dan menghadap kiblat.
   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12