Page 157 - Buku Paket Kelas 11 Agama Katolik
P. 157

        Genta ketidakadilan
Eksekusi terhadap Tibo dan dua temannya mengumandangkan genta ketidakadilan, bukan hanya di Nusantara, tetapi di seluas dunia. Semua agama di dunia meyakini dan mengimani, hidup mati manusia ada di tangan Tuhan. Namun, di republik ini kekuasaan dan penguasa telah berlumuran darah ketidakadilan.
Sementara secara internasional, hukuman mati telah banyak ditinggalkan oleh banyak negara sebagai bukti majunya peradaban; di Indonesia, penguasa masih memberlakukannya. Padahal, hukuman mati sesungguhnya bertentangan bukan saja dengan Pancasila, tetapi juga dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Belum dihapus rumusan konstitusional UUD 1945 Pasal 28A bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. UUD 1945 Pasal 28 I Ayat (1) mengatakan secara lebih tegas, hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, dan seterusnya adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Itu berarti, menurut UUD 1945 (dan Pancasila), hukum positif yang memberlakukan pidana mati tidak pantas untuk dipertahankan.
Dengan demikian, eksekusi mati terhadap Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu bersifat inskonstitusional dan menjadi bentuk ketidakadilan yang paling fundamental. Ketidakadilan terhadap Tibo dan kawan-kawannya kian jelas dan meluas mengingat Tibo dan kawan-kawan adalah saksi utama yang masih amat dibutuhkan untuk menuntaskan pengungkapan kejahatan kemanusiaan di Poso. Dengan tewasnya Tibo dan kedua rekannya, tewas juga proses penegakan keadilan bagi rakyat di Poso.
Para aktor utama kejahatan kemanusiaan di Poso akan tetap berkeliaran. Bersamaan dengan kematian Tibo dan kawan-kawannya, penguasa republik ini telah mematikan keadilan dan menguburkan prospek pengungkapan kasus Poso untuk selamanya! Meski dengan hati tersayat karena kematian Tibo dan kedua rekannya menegaskan kematian rasa keadilan di negeri ini, kita tetap berharap semoga eksekusi mati terhadap mereka merupakan eksekusi terakhir di Indonesia. Biarlah setelahnya, segera dihapus pemberlakuan hukuman mati di negeri Pancasila Indonesia. Biarlah hukuman mati terkubur bersama Tibo dan kedua temannya. Jangan ada lagi arogansi kekuasaan yang sewenang-wenang menghabisi nyawa manusia, apa pun alasannya!
•
Aloys Budi Purnomo
Rohaniwan; Pemimpin Redaksi Majalah INSPIRASI, Lentera yang Membebaskan, Semarang
Sumber: Kompas, 23 September 2006. Foto: koleksi penulis
Setelah menyimak artikel tersebut, cobalah merumuskan pertanyaan-pertanyaan untuk didiskusikan bersama temanmu tentang praktik hukuman mati di Indonesia. Buatlah analisis terhadap kasus tersebut.
   Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti 151
     























































































   155   156   157   158   159