Page 56 - Buku Paket Kelas 12 Agama Khonghucu
P. 56
Seorang anak, harus satya kepada apa dan bagaimana sebagai anak itu. Demikian pula sebagai orang tua, satyalah dengan fungsi predikasinya sebagai orang tua. Selanjutnya demikian pula untuk segala fungsi dan predikat yang disandang oleh manusia, hendaknya satya kepada predikat yang disandangnya tersebut.
”Pangeran Jing dari negeri Qi bertanya tentang pemerintahan (kemasyarakatan) kepada Nabi Kongzi. 2). Nabi Kongzi bersabda: “Pemimpin hendaklah sebagai pemimpin, pembantu sebagai pembantu, orang tua sebagai orang tua, dan anak sebagai anak!” 3). Pangeran itu berkata, “Sungguh bagus! Kalau pemimpin tidak dapat menempatkan diri sebagai pemimpin, pembantu tidak sebagai pembantu, orang tua tidak sebagai orang tua, dan anak tidak sebagai anak, meskipun berkecukupan makan dapatkah kita menikmati?” (Lunyu. XII: II)
Di dalam kehidupan sehari-hari, sikap satya bisa diartikan lebih sederhana dengan kata setia. Setia kepada tugas, kepada janji, kepada kata-kata adalah panggilan rasa satya. Bisakah seorang manusia yang hendak satya akan dirinya meninggalkan rasa setia kepada tugas/janji/kata-katanya? Hal ini jelas tidak mungkin! Karena setia itulah bentuk sederhana dari satya. Setia itulah awal dari panggilan rasa satya. Dengan kata lain, satya itu dibangun dengan segala rasa setia.
Bila pemimpin hendak satya kepada kepemimpinannya, bukankah ia harus setia akan tugasnya, setia pada janji kepemimpinannya, setia akan kata-katanya? Demikian juga halnya seorang pembantu atau bawahan, untuk memulai satya kepada predikat yang disandangnya ia harus bangun dengan rasa setia. Dalam kedudukan sebagai orang tua satya pada predikatnya sebagai orang tua yang tercurah dalam bentuk kasih dan sayang. Seorang anak yang harus satya pada predikatnya sebagai seorang anak, yang tercurah dalam bentuk bakti kepada orang tua. Maka dikatakan, didalam berkata-kata selalu ingat akan perbuatan dan didalam perbuatan selalu ingat akan kata-kata yang telah diucapkan, demikian ketulusan hati seorang Junzi.
Dari uraian di atas, dapatlah kita ketahui bahwa Zhong dalam pemahamannya dapat dipetakan ke dalam dua tinjauan, sebagai berikut.
1. Zhong (Satya) kepada kodrat kemanusiaan (Watak Sejati) yang difirmankan Tian. Artinya, berbuat sesuai dengan watak sejatinya.
2. Zhong (Satya) kepada fungsi profesional/predikatnya. Artinya, berbuat sesuai dengan kedudukan dan fungsi predikasinya.
48
Kelas XII SMA/SMK