Page 31 - PAH 7.5
P. 31
Setelah berakhir pemerintahan Sri Maharaja Sriwijaya Mahadewi,
muncul seorang raja bernama Dharma Udayana Warmadewa yang
memerintah bersama permaisurinya yang bergelar Sri Gunapria Darmapatni.
Dari perkawinan ini, lahirlah tiga orang putra yaitu Airlangga, Marakata,
dan Anak Wungsu. Airlangga memerintah di Jawa Timur menggantikan
Dharmawangsa Teguh. Dua orang putra lainnya, Marakata dan Anak
Wungsu menggantikan ayahnya menjadi raja di Bali.
Raja Marakata yang bergelar Marakata Pankaja Sthanotungga Dewa
memerintah pada tahun 933-944 Saka atau 1011-1022 M. Pada masa
pemerintahan beliau, dibuatlah prasasti yang berangka tahun 944 Saka.
Prasasti tersebut berisi kata-kata sumpah (Sapata) yang menyebutkan nama
Dewa-Dewa Hindu.
Raja Marakata digantikan oleh Anak Wungsu, yang memerintah tahun
971-999 Saka atau tahun 1049-1077 M. Pada masa pemerintahan beliau
banyak dibuat prasasti. Prasasti-prasasti peninggalan Raja Anak Wungsu
berjumlah 22 prasasti.
Dalam penulisan prasasti disebutkan sebagai saksinya adalah para
pegawai tinggi dan para pendeta Siwa dan Buddha. Dalam prasasti
yang dikeluarkan pada tahun 993 Saka, disebutkan pada sapatannya “Untuk
Hyang Anggasti Maharsi dan para Dewa yang lainnya”.
Raja yang terakhir yang memerintah di Bali adalah Raja Paduka Sri
Astasura Bhumi Banten yang memerintah tahun 1332–1343 M. Beliau
dikenal dengan Raja Bedaulu. Gajah Mada datang ke Bali dan menaklukkan
kerajaan Bali pada masa itu. Pemerintahan di Bali digantikan oleh raja-
raja yang dikirim dari Majapahit, raja yang pertama memerintah Bali yang
dikirim dari Majapahit adalah Raja Krisna Kepakisan.
Pusat pemerintahan yang pada mulanya di Desa Samprangan dipindahkan
ke Gelgel. Pada jaman pemerintahan Dalem Waturenggong didampingi oleh
Purohita yang bernama Dang Hyang Nirartha. Pendeta ini terkenal dengan
usahanya menata kembali keagamaan di Bali, yakni agama Hindu.
Bab 5 Peninggalan Sejarah Agama Hindu di Indonesia | 141