Page 48 - MAJALAHBELMAWA
P. 48

OPINI
Dalam terminologi Babalola (2011) fenomena seperti ini mengindikasikan telah terjadi double commitment (atau bahkan multiple commitment) pada diri dosen. Secara manusiawi, bagaimana mengharapkan mutu kinerja struktural yang mumpuni dengan beban sebanyak itu.
Pundak semakin berat ketika memasukkan unsur insentif yang jauh dari pantas untuk beban seberat itu dan tingkat pendidikan se-“bergengsi” itu. Tapi, bagaimanapun hal tersebut adalah sebuah pilihan. Tugas utama dosen adalah mengabdi. Wajar jika banyak dosen memiliki ladang lain di luar kampus untuk menutup lubang pengeluaran yang tak bisa ditambal kampus. Sepanjang masih bisa menularkan pengetahuan kepada masyarakat, maka meski lelah membagi waktu dan tenaga, tetapi dirasakan sebagai harga yang pantas untuk dilakukan. Lubang kualitas jajaran pelaksana mutu, tentu tak dapat dibiarkan layaknya business as usual, dalam arti membiarkan kekeliruan dalam keabadiannya. Dalam kondisi pemakluman seperti ini, maka peran pengawas dan penjamin mutu menjadi sangat krusial. Tugas ini dinamakan sebagai Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan internal stakeholders yang terdiri dari mahasiswa, pendidik dan tenaga kependidikan (Dirjen Dikti, 2010).
Penyelenggara SPMI adalah Badan/Unit/Lembaga Penjaminan Mutu. Penjaminan mutu adalah tutor, fasilitator, konsultan internal, quality control, dan wasit bagi operasional seluruh unit-unit yang ada. Artinya, Penjaminan Mutu (tidak seperti unit-unit lain) tidak hanya memikirkan kinerja dirinya sendiri, tetapi juga kinerja mutu unit-unit lain karena adanya hubungan resiprokal yang sangat kuat. Cakupan kerjanya menjangkau ke seluruh unit di PT. Fungsi Penjaminan Mutu, dalam paradigma yang logis, menuntut kemampuan super di atas rata-rata pelaksana operasional lainnya dalam konteks mutu.
Penjaminan Mutu cantik secara konseptual, namun faktualnya tak secantik yang dibayangkan. Setali tiga uang dengan pelaksana operasional, Penjaminan Mutu juga merupakan dosen yang diberdayakan. Atmos r yang dihadapi pun persis sama karena mereka diangkat dari arena yang sama. Keterbatasan kompetensi mutu, waktu, tenaga, pikiran, independensi, wewenang dan insentif, menjadi dilema, baik bagi pimpinan maupun dosen yang ditunjuk sebagai penyelenggara penjaminan mutu.
Pengawas mutu tak lebih paham dari yang diawasi. Konsultan mutu internal tak lebih berisi dari yang meminta tunjuk ajar mutu. Wasit mutu tak lebih  eksibel dalam hal waktu untuk bisa melakukan patroli mutu secara teratur, tersebab kesibukannya melakukan tridarma plus keharusan mencari tambahan penghasilan di luar kampus untuk menutup lubang pengeluaran yang kerap menganga. Tak jarang Sang polisi mutu tak lebih berwenang daripada yang diawasi karena faktor nonteknis seperti potensi kon ik senioritas dan kedekatan politis di organisasi. Ibarat busur tanpa anak panah.
Afred Suci*
*Sekretaris UPM Fakultas Ekonomi Universitas Lancang Kuning
48
BAHANA BELMAWA


































































































   46   47   48   49   50