Page 133 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 MARET 2021
P. 133

KASUS BP JAMSOSTEK BERBEDA DENGAN KASUS JIWASRAYA DAN ASABRI, INI
              PENJELASAN AHLI
              Jakarta, Pengamat Ekonomi Ardo R. Dwitanto angkat bicara terkait penyidikan yang dilakukan
              Kejaksaan  Agung  (Kejagung)  RI  terhadap  BPJS  Ketenagakerjaan  (BP  Jamsostek)  terkait
              unrealized  loss.  Ardo  menegaskan,  penurunan  nilai  investasi  saham  BP  Jamsostek  berbeda
              secara mendasar pada investasi saham pada Jiwasraya dan Asabri. Paling tidak ada empat hal
              yang menjadi pertimbangan. " Pertama, emiten-eminten yang sahamnya dibeli BP Jamsostek
              merupakan  emiten-emiten  yang  juga  dibeli  para  investor  saham  pada  umumnya.  Kedua,
              penurunan nilai investasi saham BP Jamsostek disebabkan risiko pasar. Ketiga, risiko pasar yang
              dialami  BP  Jamsostek  setelah  dilakukan  diversifikasi  saham  mengikuti  indeks  pasar  saham.
              Keempat, penurunan nilai investasi saham BP Jamsostek tidak berdampak pada kemampuan
              dalam pembayaran klaim," beber Ardo dalam keterangan tertulis yang diterima Beritasatu.com,
              hari ini, Senin (15/3/2021).

              Bahkan, lanjut dia, emiten-emiten pilihan dari BP Jamsostek merupakan penghuni tetap Indeks
              LQ45  dan  sebagian  besar  merupakan  penghuni  indeks  saham  investasi  global.  Yaitu,  MSCI
              Indonesia Index, diantaranya BBCA, BBRI, TLKM, BMRI, ASII, UNVR, BBNI, dan UNTR. MSCI
              Indonesia  Index  merupakan  indeks  acuan  bagi  investor  global  ketika  berinvestasi  saham  di
              Indonesia. "BP Jamsostek memiliki profil risiko investasi saham cenderung konservatif, yakni
              mengikuti indeks pasar saham. Emiten-emiten saham yang berada dalam portofolio investasi BP
              Jamsostek merupakan penghuni tetap indeks pasar," tegas Ardo.

              "Dengan kata lain, semua emiten tersebut, pada umumnya, merupakan emiten-emiten pilihan
              utama para investor karena memiliki kinerja yang bagus, mapan, dan memiliki kapitalisasi pasar
              saham yang besar atau big caps," imbuhnya lagi. Penurunan nilai investasi saham BP Jamsostek,
              sambung  Ardo,  disebabkan  risiko  pasar.  Semua  investasi  memiliki  dua  sisi  yang  tidak  dapat
              dipisahkan, yaitu potensi untung dan potensi rugi (risiko). Mengejar potensi untung ( return )
              yang tinggi berarti harus menerima pula potensi rugi (risiko) yang tinggi. Sebaliknya, potensi
              untung yang rendah diikuti pula oleh potensi rugi yang rendah. Ini yang dinamakan dengan risk-
              return trade-off.

              "Meskipun terjadi unrealized loss pada investasi saham, secara keseluruhan nilai dana kelola
              investasi  BP  Jamsostek  meningkat  terus  sejak  tahun  2015.  Per  Desember  2015,  nilai  dana
              investasi BP Jamsostek sebesar Rp 206,05 triliun dan meningkat terus hingga akhir tahun 2020
              nilai dana investasinya sebesar Rp 486,38 triliun atau meningkat sebesar 137%. "Ini merupakan
              bukti bahwa manajemen risiko investasi yang diterapkan oleh BP Jamsostek telah membuahkan
              hasil  portofolio  investasi  yang  tahan  uji  terhadap  stock  market  crash  akibat  lonjakan
              ketidakpastian yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19," pungkas Ardo.

              Bahkan, tambah Ardo, sejak 2016, imbal hasil JHT berhasil dipertahankan di atas rata-rata bunga
              deposito  bank  pemerintah.  Di  tahun  2017,  imbal  hasil  JHT  mencapai  7,83%  per  tahun.
              Sedangkan, di tahun 2020 imbal hasil JHT sebesar 5,59% per tahun, tetap di atas  rata-rata
              bunga deposito bank pemerintah, yaitu sebesar 3,62% per tahun. Ini membuktikan komitmen
              dari  BP  Jamsostek  untuk  menjaga  sustainable  growth  nilai  investasi  di  atas  rata-rata  bunga
              deposito bank pemerintah. Selain itu, BP Jamsostek tidak mengalami kesulitan dalam melakukan
              pembayaran  klaim  peserta.  Hal  ini  tercermin  dalam  kenaikan  pembayaran  klaim  tahun  2020
              sebesar  22,82%,  yakni  sejumlah  Rp  36,94  triliun.  Ini  menunjukkan  bahwa  penurunan  nilai
              investasi  saham  BP  Jamsostek  tidak  berdampak  pada  kemampuan  BP  Jamsostek  dalam
              pembayaran klaim peserta. " Unrealized loss belum benar-benar mengakibatkan kerugian selama
              saham-saham  yang  mengalami  kerugian  tidak  dijual.  Ketika  saham-saham  yang  mengalami
              kerugian dijual, unrealized loss menjadi kenyataan. Jika itu dilakukan, maka terjadi transaksi
              yang merugikan. Bukti dari sebuah transaksi yaitu adanya biaya transaksi yang dikeluarkan, yang
              dimana itu tidak ada ketika masih unrealized loss, " tutup Ardo. Sumber: BeritaSatu.com.

                                                           132
   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138