Page 313 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 313
bertele-telenya perizinan. Perkara buruh ini di antaranya yang bikin banyak perusahaan
hengkang ke negara lain.
Di rancangan awal, sejumlah hak buruh ditiadakan. Penghapusan upah minimum
kota/kabupaten, berkurangnya nilai pesangon, perjanjian kerja waktu tertentu, karyawan
kontrak atau outsourcing, penghilangan hak cuti dan hak upah atas cuti, hilangnya jaminan
pensiun, menjadi hal-hal yang tidak membahagiakan buruh.
Para buruh menuntut hak-hak mereka diakomodasi. Pemerintah dan parlemen kemudian
mengakomodasi tuntutan mereka, kecuali masalah pengurangan nilai pesangon. Akan tetapi,
akomodasi ini tak mengurangi ketidakbahagiaan para buruh. Mereka diberitakan tetap bakal
mogok kerja dan berunjuk rasa.
Undang-Undang Cipta Kerja juga tak membahagiakan Partai Demokrat dan Partai Keadilan
Sejahtera, bukan cuma buruh. Padahal, kedua parpol bagian negara. Kedua parpol tidak setuju
dengan Undang-Undang Cipta Kerja. Partai Demokrat bahkan keluar dari arena sidang sebagai
wujud "ketidakbahagiaan" mereka. Di media sosial kader Partai Demokrat dengan bangga dan
bahagia memasang foto mereka berseragam parpol seraya menuliskan penolakan mereka atas
undang-undang itu.
Undang-undang kiranya tak bisa membahagiakan semua orang. Kalau harus membahagiakan
semua, kapan kita mendapatkan undang-undang. Celakanya, undang-undang, katanya, lebih
sering tidak membahagiakan rakyat. Oleh karena itu, rakyat sering kali memprotes undang-
undang.
Padahal, undang-undang kiranya bertujuan membahagiakan rakyat juga. Bila perizinan mudah,
investasi bakal berdatangan ke Indonesia. Bila investasi masuk, orang mendapat pekerjaan. Bila
tuntutan buruh diatur, perusahaan bertahan di Indonesia, tidak hengkang ke luar negeri. Para
buruh tetap bisa bekerja.
Namun, buruh tetap menolaknya dan tetap bakal mogok dan berunjuk rasa. Banyak yang
mempersoalkan rencana unjuk rasa dan mogok itu karena kita sedang menghadapi pandemi
covid-19. Unjuk rasa menciptakan kerumunan yang berpotensi menjadi klaster penyebaran
covid-19. Polri tidak mengizinkan unjuk rasa itu. Pun, di tengah banyaknya pemutusan hubungan
kerja akibat pandemi. buruh yang mogok kerja dan unjuk rasa serupa tidak bersyukur, kufur
nikmat.
Unjuk rasa bisa saja menekan presiden menerbitkan perppu untuk menggantikan Undang-
Undang Cipta Kerja. Akan tetapi, belajar dari kasus revisi Undang-Undang KPK, presiden kiranya
tak menerbitkan perppu, meski unjuk rasa mahasiswa dan pelajar bertubi-tubi.
Buruh juga bersiap mengajukan uji materi atas Undang-Undang Cipta Kerja ke Mahkamah
Konstitusi. Daripada habis energi untuk mogok dan unjuk rasa yang kecil kemungkinan sukses
membatalkan undang-undang, lebih baik konsentrasi menyiapkan uji materi.
Bila uji materi ke MK sukses, inilah kiranya yang membahagiakan buruh. Yang kecewa negara
dan pasar. Namun, buruh mesti bersiap kecewa, tidak bahagia, karena M K mungkin saja tidak
mengabulkan uji materi itu. Keputusan MK ternyata juga tidak bisa membahagiakan semua.
Siapa tahu setelah sukses dilaksanakan dan bisa menarik investasi serta menyerap tenaga kerja,
undang-undang ini ternyata membahagiakan rakyat juga.
Usman Kansong
Dewan Redaksi Media Group
312