Page 25 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 FEBRUARI 2021
P. 25

TEMUI PAGUYUBAN BURUH GARMEN JABAR, MENAKER BAHAS ANCAMAN PHK
              MASSAL
              Jakarta  -  Menteri  Ketenagakerjaan  (Menaker)  Ida  Fauziyah  telah  menemui  perwakilan  dari
              Paguyuban Buruh Garmen Jawa Barat (PBGJB) yang mengadukan nasib mereka terkait ancaman
              pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap 300.000 buruh di wilayah tersebut.

              "Kami  diterima  langsung  oleh  Ibu  Menaker  Ida  Fauziyah  untuk  menyampaikan  aspirasi  dan
              perjuangan  kami  yang  selama  bertahun-tahun  mengalami  keresahan  dan  kekuatiran  karena
              kehilangan pekerjaan akibat penutupan dan relokasi pabrik," kata Ketua PBGJB Agung dalam
              siaran pers PBGJB yang diterima di Jakarta, Senin malam.

              Menurut Agung, PBGJB yang beranggotakan 30.000 orang, kini menghadapi tantangan yang
              dihadapi oleh pekerja garmen di Jawa Barat, yakni ketika ancaman PHK massal akibat pengusaha
              tidak  mampu  memenuhi  upah  minimum  kota/kabupaten  (UMK)  di  Kabupaten  Bogor  dan
              Purwakarta yang lebih tinggi dibanding daerah lain yaitu sekitar Rp4,2 juta.
              "Buruh garmen yang mayoritas berpendidikan rendah tidak menuntut upah tinggi atau muluk-
              muluk, karena kelangsungan buruh agar tetap bekerja adalah hal paling utama, tapi pabrik atau
              pengusaha tidak mampu membayar upah sesuai ketentuan pemerintah," katanya.

              Akibat dari kondisi itu, banyak calon pembeli dari luar negeri yang membatalkan pesanan dalam
              jumlah besar karena pihak pabrik tidak bisa memenuhi ketentuan Organisasi Buruh Internasional
              (International  Labour  Organization/ILO)  terkait  pemenuhan  upah  seperti  yang  ditetapkan
              pemerintah daerah.

              Menurut  dia  dalam  pertemuan  itu  Menaker  Ida  mengatakan  bahwa  telah  dikeluarkan  Surat
              Edaran dari Kementerian Ketenagakerjaan nomor 3 pada Maret 2020 yang bisa dijadikan sebagai
              dasar  hukum  bagi  pengusaha  untuk  menjamin  keberlangsungan  usaha,  setidaknya  selama
              pandemi.
              Tapi, tegas Agung, banyak calon pembeli berpegang pada UMK yang diputuskan pemerintah
              daerah sehingga pihak pabrik tidak bisa mengandalkan surat edaran tersebut.

              "Kalau menggunakan Surat Edaran dan bukan UMK yang ditetapkan pemda hal itu bisa dianggap
              sebagai penyimpangan sehingga calon ' buyer' bisa membatalkan pesanan dan ini tentu sangat
              berdampak terhadap para buruh," tambahnya.

              Dia  mengatakan  bahwa  realitas  di  lapangan  menunjukkan  tidak  adanya  perhatian  terhadap
              buruh  garmen  yang  bekerja  di  sektor  padat  karya  dan  kondisi  mereka  yang  tidak  bisa
              disamaratakan dengan sektor usaha lain.

              Dalam pertemuan itu, pihak Kementerian Ketenagakerjaan menyarankan agar membuka forum
              membahas  permasalahan  tersebut  dengan  dihadiri  perwakilan  dari  Kementerian
              Ketenagakerjaan,  Kementerian  Perindustrian,  Kadin,  DPRD,  perwakilan  pekerja  dan  buruh,
              pemerintah daerah serta Dewan Pengupahan, demikian Agung.














                                                           24
   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30