Page 364 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 18 OKTOBER 2021
P. 364

"Jadi, kalau 'dapat' itu kan bisa iya, bisa tidak," katanya. Ketidakpastian itu menurut Ajat patut
              dikhawatirkan. Terlebih, tidak semua kota kabupaten memiliki dewan pengupahan , di antaranya
              seperti Banjar, Ciamis, Pangandaran, Indramayu atau Majalengka. Dengan begitu, dikhawatirkan
              akan ada ketimpangan kenaikan upah antar daerah.

              "Karena sifatnya yang hanya 'dapat', takutnya gubernur tidak menaikkan UMK karena tidak ada
              rekomendasi dari kota kabupaten tersebut," jelasnya.

              "Kalau begitu nanti bisa saja kenaikan itu tidak merata. Ada daerah yang naik ada yang tidak.
              Jadi,  kami  usulkan,  6,5  persen  itu  minimal  di  seluruh  kota  kabupaten,"  jelasnya.  Selain  itu,
              kondisi  Provinsi  Jabar  terkait  UMP  pun  berbeda  dengan  kondisi  di  beberapa  provinsi  lain,
              misalnya Provinsi DKI Jakarta, Yogyakarta, Bali atau Aceh yang merujuk pada UMP.

              "Kalau di Jabar UMP kan tidak ada fungsi dan peran karena tidak ada yang mau pakai itu. Beda
              seperti di Provinsi DKI, Bali, Aceh, Yogyakarta, itu rata-rata kan pakai UMP. Tapi kalau Jabar kan
              lebih pakai UMK," jelasnya.
              "Sementara, sikap kami menolak apabila dewan pengupahan kota kabupaten mengacu pada PP
              36, kita tolak, WO (walk out). Tapi kalau kemasannya menetapkan UMK naik minimal sekecil-
              kecilnya di angka 6,5 persen kita terima," jelasnya.

              Ajat menegaskan, kenaikan upah kerap menjadi tututan masyarakat buruh pekerja sebab ini
              menyangkut  kesejahteraan  dan  kelayakan  hidup.  Penting  juga  sebagai  patokan  daya  beli
              masyarakat,  pada  gilirannya  bakal  memutar  roda  ekonomi  secara  nasional.  Dalam  sejarah
              pergerakan masyarakat buruh pekerja, kenaikan upah itu sama sekali tidak datang dari belas
              kasih pemerintah maupun kelompok pemodal, melainkan diraih dari serangkaian tuntutan dan
              perjuangan kelas pekerja yang dilakukan secara berkelanjutan dan bersama-sama.

              "Kenaikan upah tidak ujug-ujug, harus ada tuntutan dan proses pengawalan dari masyarakat
              buruh  pekerja.  Jangan  salah  anggapan,  kenaikan  upah  itu  sama  sekali  tidak  datang  dari
              pemerintah atau pengusaha, tapi itu dari perjuangan buruh sendiri, perjuangan serikat buruh,"
              tegasnya.

              Dalam  prosesnya,  desakan  ini  harus  dikawal  bersama.  Oleh  karena  itu,  SBSI  '92  pun  siap
              mengawal dengan serikat buruh pekerja lainnya terkait kenaikan upah ini. Secara praktis, pada
              November  mendatang,  kata  Ajat,  pihaknya  berencana  menggelar  aksi  besar-besaran  demi
              mengawal penetapan UMP dan UMK di Jabar.

              " Upah minimum fakta di lapangan itu jadi upah maksimum apalagi di kondisi pandemi banyak
              alasan," katanya.

              "Estimasi  kegiatan  dua  sampai  tiga  kali.  Pertama,  pengawalan  UMP.  Lalu,  aksi  pengawalan
              penetapan  UMK.  Jadi  di  antara  19-20  November  kita  akan  aksii  besar-besaran  di  Jabar,"
              tandasnya. [M Dikdik RA/Suara.com]
















                                                           363
   359   360   361   362   363   364   365   366   367   368   369