Page 70 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 18 OKTOBER 2021
P. 70
Kemungkinan ada juga UMP/K yang tidak naik karena batas atasnya lebih rendah dari UMK
eksisting. Untuk UMP/K yang tidak naik, daya beli buruh akan tergerus inflasi.
OPSI BERHARAP KENAIKAN UPAH MINIMUM 2022 DI ATAS INFLASI
Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar berharap kenaikan upah
minimum (UM) tahun 2022 dapat lebih tinggi dari inflasi. Oleh karenanya, diharapkan juga BPS
segera merilis data-data yang menjadi sumber data penghitungan upah minimum.
"Kalau OPSI ya berharap bisa minimal naik 3%. Tapi dengan rumus di PP 36 itu kemungkinan
kenaikannya antara 1% - 2,5%. Secara nasional inflasi sebesar 1,6% (September 2020 ke
September 2021). Saya berharap kenaikan UM di atas inflasi. Saya juga berharap data-data
dalam rumus segera dikeluarkan BPS agar publik dapat menghitungnya," jelas Timboel saat
dihubungi Kontan.co.id, Minggu (17/10).
Timboel menjelaskan, dengan kondisi pandemi saat ini, kemungkinan kenaikan nilai upah
minimum provinsi/kota (UMP/K) di tahun depan sekitar 1% sampau 2,5%, relatif sama dengan
nilai inflasi. Kemungkinan ada juga UMP/K yang tidak naik karena batas atasnya lebih rendah
dari UMK eksisting. Untuk UMP/K yang tidak naik, daya beli buruh akan tergerus inflasi.
"Untuk daerah yang belum memiliki UMK, saya berharap dewan pengupahan daerah menghitung
dengan cermat sesuai amanat Pasal 32 dan 33 PP 36, sehingga diharapkan seluruh
kabupaten/kota (sebanyak 514 kabupaten/kota) memiliki UMK. Nilai UMK baru lebih tinggi dari
nilai UMP. Diharapkan Serikat Buruh dan Serikat Pekerja juga menghitung sebagai bahan
pembanding atas hitungan dewan pengupahan," jelasnya.
Kemudian kehadiran dewan pengupahan tingkat propinsi dan kabupaten/kota tidak hanya
menghitung angka-angka dan merekomendasikan nilai UM, tetapi juga memberikan saran dan
pertimbangan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota tentang perumusan pengembangan sistem
pengupahan di daerahnya.
Dimana dewan pengupahan tingkat nasional memberikan saran dan pertimbangan kepada
Pemerintah Pusat tentang perumusan kebijakan pengupahan dan pengembangan sistem
pengupahan nasional.
Dari tugas tersebut, terdapat potensi daya beli pekerja tidak bertumpu pada nilai UM semata,
tetapi juga dapat didukung oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. "Namun hingga saat ini
sepertinya tugas dewan pengupahan ini tidak pernah dilakukan," ujarnya.
Timboel menilai sisi pengupahan saat ini hanya jalan di tempat, atau hanya berkutat pada
penentuan UM saja sehingga tiap tahun terus terjadi perselisihan hingga gugat menggugat di
Pengadilan Tata Usaha Negara.
"Saya menantang dewan pengupahan bisa lebih kreatif dan inovatif merumuskan
pengembangan sistem pengupahan dan kebijakan pengupahan ke depan. Harus ada hal baru
yang bisa dirumuskan, dan bisa dikomunikasikan kepada SP/SB dan masyarakat sehingga sistem
pengupahan kita tidak hanya bertumpu pada UM saja," pungkasnya.
69