Page 25 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 AGUSTUS 2020
P. 25
Aturan pembatasan kendaraan bermotor berdasarkan nomor polisi ganjil dan genap
diberlakukan kembali di sejumlah ruas jalan di Jakarta, mulai Senin (3/8) | kemarin.
Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk mengendalikan mobilitas masyakarat di tengah
pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi, guna memutus rantai penularan Covid-19.
Pasalnya, volume lalu lintas kendaraan terus terpantau padat selama penerapan PSBB transisi
di Jakarta
Namun kebijakan itu dipertanyakan oleh Ombudsman Jakarta Raya. Kebijakan itu justru
dianggap mendorong masyarakat untuk naik angkutan umum, padahal saat ini angkutan umum
rentan terhadap penularan Covid-19.
"Pemberlakuan ganjil-genap di tengah kenaikan angka Covid yang terus naik di Jakarta,
merupakan keputusan yang tergesa-gesa dan tidak memiliki perspektif yang utuh tentang
kebencanaan," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya. Teguh P Nugroho. dalam
keterangannya . Senin (3/8).
Menurutnya, penyelesaian kemacetan di Jakarta selama masa PSBB transisi I harus berangkat
dari akar masalahnya. Ombudsman Jakarta Raya menengarai tingginya mobilitas dari wilayah
penyangga ke Jakarta, yang berdampak pada kemacetan karena ketidakpatuhan dari instansi
pemerintah, BUMN. BUMD dan perusahaan swasta.
Salah satu ketidakpatuhan itu adalah jumlah pegawai yang bekerja dengan jumlah maksimal 50
persen dari total pegawai yang ada. Kata Teguh, kebijakan yang harus diambil pemerintah
adalah membatasi jumlah pelaju yang berangkat dan pulang kerja ke Jakarta.
"Itu hanya mungkin dilakukan jika Pemprov secara tegas membatasi jumlah pegawai dari
instansi Pemerintah. BUMN. BUMD dan swasta yang bekerja di Jakarta." kata Teguh.
Menurutnya, kebijakan ganjil -genap tanpa didahului pengawasan dan penindakan terhadap
instansi, lembaga dan perusahaan yang melanggar hanya akan mengalihkan para pelaju dari
penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi publik. Implikasinya akan memunculkan klaster
transmisi Covid-19 melalui transportasi publik.
Ombudsman Jakarta Raya meyakini, kebijakan tersebut berpotensi meningkatkan penyebaran
Covid di kereta Commuter Line. 'Jujur saja, saat ini hanya Commuter Line yang masih mampu
mengangkut pelaju dalam jumlah besar, angkutan lain seperti bus sudah tidak mungkin
diandalkan." jelas Teguh.
"Sementara bantuan dari Pemprov DKI dan Kemenhub sebetulnya tidak cukup membantu
menurunkan angka jumlah pelaju Commuter Line. karena keberadaan bus gratis tersebut justru
memicu konsumen baru yang memanfaatkan bus daripada peralihan konsumen Commuter Line
ke fasilitas perbantuan tersebut." tambahnya.
Tambah jarak waktu
Untuk menghindarkan adanya penumpukan. Teguh meminta perkantoran di Ibu Kota
menambah jarak waktu kerja (siO karyawan minimal berselang 4 jam.
Sebelumnya. Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta melalui
Surat Keputusan Nomor 1477 Tahun 2020 telah mengatur jam masuk kerja karyawan atau
pegawai di perkantoran menjadi dua sif dengan jeda minimal 3 jam.
Menurut Teguh, penambahan jarak waktu kerja itu bisa mengurai kepadatan lalu lintas di jam
sibuk dan antrean penumpang di transportasi umum.
24