Page 26 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 AGUSTUS 2020
P. 26

"Sif terlalu pendek (selang 3 jam -Red). Itu yang menyebabkan para pelaju tetap berangkat
              kerja di jam yang sama dengan saat belum ada pembagian sif," ujar Teguh.

              Oleh  karena  itu.  Ombudsman  Jakarta  meminta  Pemprov  DKI  segera  mengkaji  penambahan
              jarak waktu kerja antar karyawan.

              "Ombudsman Jakarta Raya mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan kajian terhadap
              kebijakan tersebut. Hal yang sangat mungkin adalah memberi rentang waktu sif yang lebih
              panjang dengan jumlah jam Kerja  yang lebih pendek." kata Teguh.

              "Misalnya sif pertama mulai pukul 07.00 WIB dan pulang pukul 14.00 WIB. sementara sif kedua
              mulai pukul 11.00 WIB dan pulang pukul 18.00 WIB," lanjutnya.

              Paradoks Terpisah.

              Institut  Studi  Transportasi  (Instran)  juga  menyarankan  kepada  Pemprov  DKI  Jakarta  untuk
              mengatur sif kerja karyawan perusahaan di Ibu Kota, dibanding kebijakan ganjil-genap pelat
              kendaraan pribadi. Kebijakan ganjil- genap bahkan dituding jadi pemicu perpindahan orang dari
              kendaraan pribadi ke angkutan umum di tengah wabah Covid -19.

              "Lebih baik atur di hulu untuk mengatur sif waktu bekerja. daripada memberlakukan ganjil-
              genap. karena kondisi kesehatan publik belum normal." kata Direktur Eksekutif Instran Dedy
              Herlambang berdasarkan keterangan yang diterima pada Senin (3/8).

              Dedy mengatakan, sif Kerja  dapat dibagi tiga kali atau bekerja bergantian dua hari setiap satu
              kali. Karenanya dia meminta kepada Satgas Covid-19 agar berkoordinasi dengan Kemendagri.
              Kemenaker  dan  Kementerian  BUMN  termasuk  Pemprov  DKI  terkail  pengaturan  sif  Kerja
              tersebut.

              "Sekadar ilustrasi pembagian waktu kerja, khusus hari Senin 50 persen perkantoran/ mal dapat
              diliburkan untuk menghindari blunder/penum-pukan penumpang di stasiun-stasiun KRL." ujar
              Dedy.


              "Skenario yang terakhir inilah yang sudah sering kami sampaikan bahwa yang terpenting adalah
              atur hulu bukan di hilir. Di hilir di sektor transportasi semua sarana dan prasarana terbatas,
              kapasitas tidak akan bisa ditambah langsung 50 persen," tambahnya.

              Dikatakan Dedy, sarana moda KRL dan moda darat cukup terbatas untuk melayani masyarakat.
              Karena  itu.  khusus  masa  pandemi  ini  sangatlah  paradoks  apabila  ganjil-genap  diterapkan,
              sementara angkutan umum massal masih sangat terbatas.

              Kembalikan jadwal

              Skenario yang lain adalah mengembalikan jadwal KRL/ M RT dan BRT seperti semula (normal
              sebelum pandemi ) untuk mengurai kepadatan di stasiun KRL dan halte BRT.

              Sebagai contoh saat ini operasi jam KRL terbatas hanya sampai jam 21.00 dan BRT jam 22.00.
              lebih baik ditambah seperti sedia kala sampai jam 23.30.

              "Hal  ini  dilakukan  untuk  antisipasi  bila  ada  yang  bekerja  sampai  sif  malam  sebagai  akibat
              pembagian jam kerja semasa pandemi," ungkapnya.
              Dedy yakin, bila ganjil genap dipaksakan dan ketersediaan armada pendukung tidak memadai,
              tentu jaga jarak antar penumpang akan gagal.

              Bahkan load faetor (LF) atau jumlah penumpang yang awalnya maksimal 30-50 persen, akan
              melebihi 50 persen karena warga banyak yang beralih naik angkutan umum.
                                                           25
   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31