Page 55 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 11 SEPTEMBER 2020
P. 55
Namun, masalah terkait pekerja migran sangat kompleks. Mereka telah menjadi korban sindikat
yang bertahun-tahun terkesan didiamkan. Ini karena banyak oknum yang diuntungkan dari
pekerja migran, mulai dari aparat keamanan, petugas Imigrasi, hingga pihak jasa pengiriman
pekerja migran.
Dengan kondisi seperti itu, maka banyak pekerja migran yang sudah mendapatkan masalah
sejak sebelum dikirim hingga di negara tempat mereka bekerja. Permasalahan tersebut mulai
dari gaji yang tidak dibayar sesuai kontrak, jam kerja yang melebihi batas, kekerasan fisik, hingga
kekerasan seksual.
Saat ini Indonesia sebetulnya tengah berada pada masa transisi pembentukan tata kelola
penempatan dan perlindungan pekerja migran. Agenda penting saat ini adalah menyiapkan tata
kelola pengiriman pekerja migran sampai pada tingkat desa.
Pandemi Covid-19 sebenarnya momentum yang tepat untuk memperbaiki tata kelola itu. Sebab,
banyak negara melarang warga negara asing datang ke negaranya, termasuk pekerja migran.
Selama pandemi ini, pemerintah seharusnya mengevaluasi berbagai peraturan dan
implementasinya, termasuk evaluasi terhadap kinerja Perusahaan Penempatan Pekerja Migran
Indonesia (P3MI).
Persoalan mendasar yang saat ini belum juga terselesaikan adalah data jumlah pekerja migran
dan negara mana saja mereka ditempatkan. Masing-masing lembaga memiliki data yang
berbeda-beda. Data BP2MI saat ini ada 3,7 juta PMI. Namun, data di Kementerian Tenaga Kerja
jumlahnya 5 juta orang, dan Kementerian Luar Negeri 4,5 juta orang. Sementara, data Bank
Dunia menyebutkan ada 9 juta PMI.
Untuk itu, kita mendorong agar hal mendasar tentang data ini segera dibenahi. Pemerintah perlu
memiliki data tunggal pekerja migran yang berisi informasi lengkap, termasuk data tentang
perusahaan atau majikan tempat mereka bekerja di luar negeri. Keberadaan data tunggal ini
penting agar langkah berikutnya untuk melindungi para pekerja migran akan lebih mudah.
Kita juga mendorong ada sinergisitas antara pemerintah pusat dan daerah dalam memberikan
perlindungan terhadap PMI. Sinergisitas itu penting agar proses penempatan dan perlindungan
serta jaminan sosial para pekerja migran bisa lebih terpadu.
Meski tidak mudah, kita yakin semua perbaikan itu merupakan sebuah keniscayaan. Kita
berharap agar penyebutan pahlawan devisa tidak menjadikan para pekerja migran sekadar
sebagai aset. Pekerja migran juga harus dihargai sebagai manusia agar hak-hak asasi mereka
juga menjadi perhatian serius pemerintah dan semua pihak terkait.
54