Page 25 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 23 OKTOBER 2020
P. 25
PEKERJA MINTA PERPPU TUNTUT UU CIPTA KERJA DIBATALKAN
Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP
LEM SPSI) menjadi satu dari sekian banyak elemen yang kembali melakukan unjuk rasa menolak
omnibus law Undang Undang (UU) Cipta Kerja, Kamis (22/10/2020). Aksi kali ini masih berkaitan
dengan unjuk rasa 6-8 Oktober, dengan tuntutan agar Presiden Joko Widodo menerbitkan
peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) tentang Pembatalan Undang-Undang
Cipta Kerja.
Ketua Umum FSP LEM SPSI Arif Minardi mengatakan, aksi unjuk rasa merupakan bentuk
kurangnya kepercayaan terhadap lembaga negara. "Mengapa kami melanjutkan unjuk rasa?
Karena pembentukan UU Cipta Kerja tidak mencerminkan semangat musyawarah untuk
mufakat," ucap Arif.
Arif pun mengungkapkan, prosedur dan proses pembuatan Undang-Undang Cipta Kerja dinilai
mengabaikan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pasal 1 ayat
(19) sebagai ejawantah dari Pancasila dan UUD 1945.
Sebab, lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah
tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri atas unsur organisasi pengusaha,
serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah.
"Artinya, lembaga ini tidak terlibat atau tidak dilibatkan dalam penyusunan draf atau rancangan
Undang-Undang Cipta Kerja. Padahal, seluruh permasalahan dunia usaha yang berhubungan
dengan ketenagakerjaan dapat dicari win-win solution melalui musyawarah untuk mufakat sesuai
dengan asas negara," katanya.
Melanggar asas
Menurut Arif, prosedur pembentukan UU Cipta Kerja juga melanggar asas-asas seperti pada
pasal 5 dan pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
Padahal prosedur, dalam teori hukum adalah jantungnya hukum. UU Nomor 21 Tahun 2000
tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yang mengatur tentang tugas dan peran serikat pekerja
yang wajib memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya.
"Artinya, SP/SB wajib dilibatkan dalam permasalahan yang menyangkut pekerja/-buruh
sebagaimana amanah dan perintah UU ini. Hal ini jelas ada korelasinya dengan UU
Ketenagakerjaan khususnya tentang hubungan industrial melalui LKS Tripartit," katanya.
Lewat aksi ini, Arif pun memohon kepada presiden untuk mengevaluasi para pembantunya, baik
menteri maupun birokrat atas prosedur dan proses pengundangan UU Cipta Kerja yang tidak
sesuai dengan semangat musyawarah mufakat.
Alasannya, UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan menyangkut para pekerja/buruh
yang sedang bekerja dan seluruh calon pekerja baik sudah selesai pendidikannya. Bahkan,
undang-undang tersebut akan berdampak nyata terhadap warga yang masih sekolah/kuliah
karena berkaitan dengan masa depan mereka.
"Belum lagi para orangtua mereka yang mengharapkan anaknya mendapatkan pekerjaan dan
penghasilan yang layak dengan kepastian pekerjaan sampai dengan pensiun/masa tuanya, yang
menyangkut kepada nasib 90% rakyat Indonesia," ujarnya. (Muhammad Irian)* * *
24