Page 7 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 23 OKTOBER 2020
P. 7
neutral - KH Said Aqil Siradj (Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)) Itu yang
masih akan kita usulkan ke Mahkamah Konstitusi
Ringkasan
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj menolak omnibus law
Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan. Said Aqil akan mengajukan uji materi ke
Mahkamah Konstitusi (MK).
SEBUT DEMONSTRASI BUKAN SOLUSI TEPAT, KETUM PBNU AKAN AJUKAN UJI
MATERI UU CIPTA KERJA KE MK
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj menolak omnibus law
Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan. Said Aqil akan mengajukan uji materi ke
Mahkamah Konstitusi (MK).
"Turun ke jalan atau demonstrasi itu bukan solusi yang tepat. Justru mudharatnya (dampak
buruknya) akan lebih besar. Tapi sikap penolakan ini kita lakukan dengan elegan bahwa ada
beberapa poin yang masih merugikan kita," kata Said Aqil saat hadir secara daring pada
Peringatan Hari Santri Nasional 2020 di Pondok Pesantren Sabilurrasyad, Gasek, Kota Malang,
Kamis (22/10/2020).
Said Aqil mengatakan, ada sejumlah pasal di UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan masyarakat.
Ia akan mengajukan uji materi terhadap sejumlah pasal tersebut.
Selain terkait buruh yang menuai penolakan, ada masalah pendidikan, ketahanan pangan, dan
minerba yang juga dianggap merugikan.
"Bukan hanya soal buruh, bukan hanya berkaitan dengan Ibu Ida (Menteri Ketenagakerjaan Ida
Fauziah), bukan. Tapi juga pendidikan, minerba, dan ketahanan pangan," katanya.
Di sektor pendidikan, UU Cipta Kerja dinilai mengapitalisasi lembaga pendidikan. Lembaga
pendidikan termasuk pondok pesantren harus berbadan usaha.
"Coba sebelum kita kritisi, klaster pendidikan ada ayat yang mengatakan bahwa semua lembaga
pendidikan termasuk pesantren, dianggap sebagai badan usaha. Nanti ada pajaknya, ada
auditnya dianggap profit pesantren itu. Itu sebelum kita kritisi, sekarang alhamdulillah sudah
hilang," jelasnya.
Said Aqil menyoroti aturan tentang penerbitan label halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) di
UU Cipta Kerja.
Rentang waktu tiga hari yang diberikan kepada MUI untuk mengeluarkan fatwa seperti yang
tertuang dalam UU Cipta Kerja dianggap merugikan.
"Kalau tiga hari belum mengeluarkan fatwa halal, maka sudah dianggap halal. Tanpa menunggu
keputusan di majelis ulama. Kalau tidak kita baca dan kita kritisi, masuk ke undang-undang,
celaka lah kita ini," ungkapnya.
Sementara terkait sektor minerba, UU Cipta Kerja mengatur perpanjangan pertambangan setiap
tahun tanpa batas.
6