Page 74 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 MEI 2021
P. 74
"Ya seperti di kantor saya sendiri. Ini lagi mengubah nanti nggak ada dedicated desk : satu meja
untuk satu orang. Ke depan, kami akan sediakan 20 persen aja meja yang bisa digunakan secara
bergantian," kata Azzam. Dia mengatakan, dengan perubahan kantor ini, fasilitas kantor seperti
meja bukan lagi jadi milik pribadi, melainkan fasilitas bersama.
Senada dengan Ajib Hamdani, Azzam mengatakan, tak semua sektor usaha memiliki privilese
untuk WfH sepenuhnya. Dia menyebutkan, sektor yang bisa bekerja remote permanen di
antaranya: perbankan, jasa keuangan, dan jasa konsultasi.
Selain diyakini berdampak positif bagi pengusaha karena soal efisiensi, sistem kerja jarak jauh
juga menjadi opsi yang disukai kalangan pekerja. Laporan Microsoft bertajuk World Trend Index
2021 mencatat, di Indonesia sebanyak 83 persen pekerja menginginkan opsi kerja jarak jauh
yang fleksibel.
Laporan yang sama mencatat, ada 72 persen pemimpin bisnis di Indonesia yang juga berencana
mendesain ulang kantornya untuk mendukung modal kerja hybrid. Menurut Microsoft, pola kerja
hybrid ini merupakan sistem kerja campuran di mana sejumlah karyawan kembali bekerja di
tempat kerja dan yang lainnya WfH.
Menurut Microsoft, kerja jarak jauh bahkan bakal menjadi magnet baru para pencari kerja.
Berdasarkan laporan mereka, sekitar 63 persen pekerja mengatakan mungkin mereka akan
pindah ke tempat baru dalam tahun depan. Kemudian, 49 persen pekerja juga mengatakan
adanya opsi bagi mereka untuk mempertimbangkan meninggalkan pekerjaan pada tahun ini.
Laporan itu menyebutkan, mendapatkan opsi kerja jarak jauh merupakan salah satu
pertimbangan utama bagi pekerja untuk pindah. "Tren baru ini menghadirkan peluang unik untuk
menciptakan masa depan kerja baru yang lebih baik," kata Presiden Direktur Microsoft Indonesia
Haris Izmee, Jumat (30/4).
Namun demikian, lanjut Haris, tren WfH setidaknya setahun terakhir ini juga menciptakan
sejumlah tantangan. Kata laporan yang sama, tim kerja menjadi tidak solid serta ancaman nyata
kelelahan digital. Sebanyak 40 persen pekerja menurun interaksinya dengan rekan kerja, 61
persen merasa terlalu banyak bekerja, dan 68 persen generasi Z mengatakan sulit untuk
bertahan.
Selain itu, ada kesenjangan antara perasaan pekerja dan pimpinan perusahaan. Sekitar 53
persen pemimpin bisnis mengatakan mereka semakin berkembang, sedangkan 33 persen
pekerja merasa perusahaan meminta terlalu banyak di tengah situasi seperti saat ini. Menurut
Microsotf, hal ini menunjukkan perlunya peningkatan kesadaran bagi para pemimpin bisnis atas
kondisi yang sedang terjadi.
Sejumlah lembaga atau perusahaan bahkan mengembangkan pola kerja ini menjadi Flexible
Work Space (FWS), seperti yang diterapkan di Kementerian Keuangan. Karyawan boleh bekerja
dari mana saja dengan syarat mereka mengajukan proposal yang disetujui atasannya.
73

