Page 73 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 MEI 2021
P. 73
Pemberlakuan pola kerja dari rumah (work from home/WfH) yang awalnya diterapkan
bersamaan dengan pembatasan sosial tampaknya bakal menjadi sebuah kebiasaan dalam
normal yang baru. Sejumlah pelaku usaha Indonesia menyatakan sudah mempermanenkan pola
kerja tersebut bagi karyawannya.
Survei yang dilakukan perusahaan jasa finansial PricewaterhouseCoopers (PwC) menemukan,
sekitar 50 persen responden yang terdiri dari para pimpinan perusahaan di Indonesia
menyatakan bahwa mereka telah mempermanenkan pola kerja jarak jauh seperti WfH.
"Menariknya, 50 persen responden Indonesia telah menjadikan kerja jarak jauh sebagai pilihan
permanen bagi karyawan mereka, sementara hanya 39 persen responden global yang
menetapkan kerja jarak jauh permanen," kata Forensic Advisor PwC Indonesia Paul van der Aa
dalam rilisnya di Jakarta, Kamis (29/4/2021) seperti dikutip dari Antara.
Menurut Paul, demi menunjang metode kerja tersebut, infrastruktur pendukung serta
kemampuan mengolah data menjadi penting. Terlebih, lewat pola kerja jarak jauh, pengambilan
keputusan perusahaan di dunia maya bisa memicu risiko keamanan.
Survei PwC ini dilakukan terhadap 2.800 responden pemimpin perusahaan yang mewakili
pelbagai skala bisnis di 29 industri dan 73 negara. Di Indonesia, survei ini melibatkan sebanyak
112 pemimpin usaha.
Ketua bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda
Indonesia (Hipmi), Ajib Hamdani menyebutkan, sebagian besar pengusaha memang
mengalihkan metode kerjanya dari kantor menjadi WfH dan kini menjadi permanen.
Dia menambahkan, pada mulanya banyak perusahaan yang menerapkan WfH karena terpaksa
mengikuti kebijakan pembatasan sosial selama pandemi. "Namun, kini WfH dirasa cocok untuk
diimplementasikan seterusnya karena ternyata tidak mengurangi kinerja dan mendorong
efisiensi di banyak hal," kata Ajib kepada Lokadata.id , Senin (3/5).
Dia mengatakan, dengan WfH menjadi permanen ini, bisnis menjadi terdisrupsi: kantor bukan
lagi syarat utama, melainkan sekadar syarat formal untuk melaksanakan kegiatan rapat secara
berkala atau pertemuan dengan klien. Menurutnya, bagi pelaku usaha, kondisi itu bisa
diwujudkan tanpa perlu memiliki atau menyewa kantor secara fisik.
"Dengan tren WFH ini, virtual office akan menjadi primadona. Walaupun, sebagai catatan, tidak
semua lini usaha dapat menerapkan WfH secara permanen terus-menerus," katanya.
Menurut Ajib, sejumlah bisnis yang cocok dengan model WfH ini di antaranya: industri kreatif,
jasa konsultan, dan online shopping. Sedangkan, beberapa sektor yang tidak bisa sepenuhnya
WfH, lanjutnya, seperti: bisnis food and beverages, jasa konstruksi, dan industri atau pabrik.
Kepada Lokadata.id, Ketua Komite Tetap Ketenagakerjaan Kamar Dagang dan Industri (Kadin)
Indonesia, Bob Azzam menambahkan, tren bekerja remote sebetulnya sudah mulai ramai
beberapa tahun belakangan, namun pandemi virus korona mempercepatnya "sehingga menjadi
satu keniscayaan".
Kata dia, perusahaan pun akhirnya dipaksa membangun infrastruktur digitalnya. "Nggak kaget
lagi kalau WfH itu jadi pilihan (untuk permanen). Pengusaha juga sangat terbantu karena
efisiensi biaya di kantor: listrik, transportasi, dan sebagainya. Kita juga bisa menurunkan biaya
loading pekerjaan 30-40 persen," kata Azzam.
Azzam memperkirakan, ke depan kebutuhan akan kantor lebih banyak untuk keperluan rapat
ketimbang ruang untuk bekerja (working space). Menurutnya, bisa jadi nanti hanya akan sedikit
orang yang bekerja di kantor, sedangkan sebagian besar karyawan lebih banyak WfH.
72

