Page 13 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 24 FEBRUARI 2021
P. 13
UNREALIZED LOSS BPJS TK BERBEDA DENGAN JIWASRAYA DAN ASABRI
DIDUGA BIKIN KERUGIAN RP20 TRILIUN
Jakarta - Kasus dugaan korupsi Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi di Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan (BPJS-TK) ramai diperbincangkan.
Masalah utamanya, adalah dugaan tindak pidana atas penurunan nilai investasi (unrealized loss)
BPJS-TK. Kasus unrealized loss BPJS-TK inipun seolah-olah disamakan dengan kasus Jiwasraya
dan ASABRI. Padahal sejatinya, kasus unrealized loss BPJS-TK sangat berbeda dengan kasus
Jiwasraya dan ASABRI.
Pakar Ekonomi Keuangan Roy Sembel pun mengungkapkan, unrealized loss BPJS-TK tidak bisa
disamakan dengan kasus Jiwasraya. Apalagi menurutnya, kalau dilihat dari portofolio BPJS-TK
sendiri, berisi saham-saham LQ45, dimana unrealized lossnya mengikuti kondisi naik dan
turunnya pasar atau masih inline. Sementara kalau Jiwasraya unrealized loss karena berisi
saham-saham gorengan yang naik turunnya sangat volatile.
"Selain itu, prosentase aset allocationnya BPJS Ketenagakerjaan dibandingkan dengan Jiwasraya
jauh berbeda. Portofolio yang terdiri dari saham di BPJS Ketenagakerjaan jauh lebih kecil
dibandingan porsinya portfolio saham Jiwasraya," jelas Roy melalui diskusi Infobanktalknews
dengan tema 'Pengelolaan Investasi dan Potensi Unrealized Loss pada Lembaga Milik Negara,
Apakah Pasti Menjadi Kerugian Negara?,' di Jakarta, Selasa (23/2).
Sementara itu, Pengamat Hukum Pasar Modal, Indra Safitri mengatakan, kerugian investasi
adalah salah satu risiko pasar yang akan dihadapi oleh investor. Namun jika kita berbicara
unrealized loss, adalah kerugian secara buku bukan faktual. "Sehingga harus dibuktikan dulu
secara hukum apakah ada perbuatan melawan hukum yang menjadi sebab kerugian investasi
dengan men-gunakan pranata hukum pasar modal," jelasnya.
Jika potensi kerugian, atau kerugian yang belum dibukukan, masuk ranah merugikan negara,
maka pasal ini akan menakutkan bagi semua pihak yang mengurus investasi. Padahal, jika rugi
akibat risiko bisnis semata, tentu tidak masuk ranah pidana. Untung dan rugi biasa dalam bisnis.
Saham naik, dan saham turun juga hal yang jamak di pasar modal. Menurut data, Agustus-
September 2020. BPJS-TK mengalami unrealized loss hingga mencapai Rp43 triliun. Lalu, pada
akhir Desember 2020 angkanya turun menjadi Rp22,31 triliun,dan pada posisi Januari 2021
unrealized loss tinggal Rpl 4,42 triliun. Artinya, dapat dipastikan potensi kerugian bisa naik dan
bisa turun, tergantung harga saham di pasar modal yang menjadi portofolio BPJS-TK
Di lain sisi, kontribusi pendapatan termasuk dari saham dan reksadana yang menjadi pilihan
investasi BPJS-TK menghasilkan angka yang relatif besar. Berdasarkan data yang dihimpun, hasil
investasi bruto selama lima tahun terakhir 2016-2020 sebesar Rp 137,2 triliun dan Rp33 triliun
(reksa dana dan saham).
Tentu unrealized loss BPJS-TK itu tidak ada artinya jika melihat hasil investasi bruto BPJS-TK dari
saham dan reksadana itu. Bahwa ada unrealized loss, itu benar, tergantung pasar saham kemana
geraknya, naik atau turun. "Lazimnya pasar saham, ada kalanya naik, ada kalanya turun. Jika
kondisi baik, ekonomi baik, kemungkinan harga saham juga bergairah. Sebaliknya, kalau
ekonomi sedang terpuruk, seperti di awal-awal pandemi COVID-19, Maret 2020 lalu, harga
saham berguguran. Namun, ketika mulai membaik dan banjir likuiditas maka harga saham
kembali terbang," tambah Eko B. Supriyanto, Chairman Info-bank Institute. Bari
12