Page 38 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 27 NOVEMBER 2020
P. 38
JANGAN HARAP UPAH BISA NAIK TINGGI LAGI
Aturan pengupahan yang ada di Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih
terus menuai kontroversi. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menegaskan penetapan upah
minimum (UMP) pada 2022 akan mengikuti UU bani ini.
Seperti kita tahu pada pasal 88 D ayat (2) UU Cipta Kerja menyebutkan, formula perhitungan
upah minimum memuat variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi.
Artinya jika tahun depan pertumbuhan ekonomi dan inflasi masih rendah maka angka kenaikan
upah minimum juga kecil. Meskipun demikian Ida menegaskan, Kementerian Ketenagakerjaan
tengah menyiapkan aturan turunan dari UU Ini.
Menanggapi hal ini Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita
Silaban menyatakan meskipun penetapan UMP 2022 akan berpedoman pada UU Cipta Kerja
yang telah disahkan buruh berharap penetapan UMP di 2022 masih bisa dinegosiasikan lagi.
"Harapan kami masih bisa dinegosiasikan di t ingkat perusahaan atau di tingkat kabupaten/kota
dan provinsi seperti yang sudah-sudah," kata Elly kepada Kontan, Kamis (26/11).
Hanya saya Elly menilai untuk membahas UMP 2022 masih terlalu jauh bagi pemerintah.
"Sebaiknya jangan ada pernyataan itu saat ini karena terlalu dini dan buruh belum sembuh dari
rasa kecewa dan masih berjuang dengan UMP 2021 saat ini," kata Elly.
Sebab untuk UMP 2021 sebanyak 27 provinsi yang menetapkan UMP 2021 sama dengan UMP
2020 atau tidak naik. Sementara 6 provinsi yang menetapkan UMP 2021 lebih tinggi dari 2020.
Sedangkan 1 provinsi yakni Gorontalo belum menetapkan UMP 2021.
Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar sebelumnya juga telah
menyatakan ke depan tentu akan menggunakan acuan kenaikan upah minimum pada Pasal 88D
ayat (2) UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Aturan itu mengamanatkan formula
perhitungan upah minimum berdasarkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi.
"Tidak diperhitungkan keduanya. Perhitungan berdasarkan nilai KHL (Kebutuhan Hidup Layak)
tidak lagi menjadi acuan seperti yang diterapkan di UU Ketenagakerjaan," kata Timboel (22/11).
Timboel menyebut, KHL yang dihapuskan di UU Cipta Kerja ini akan membuat perhitungan upah
minimum menjadi bias. Upah minimum tidak lagi mencerminkan tingkat konsumsi riil pekerja
dan keluarganya.
Karena itu saat ini beberapa serikat kerja mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi agar
mencabut pasal ini.
Lidya Y. Panjaitan. Vendy Yhulia
37