Page 92 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 27 NOVEMBER 2020
P. 92
PROGRAM JKP DINILAI HANYA SOLUSI JANGKA PENDEK MASALAH
KETENAGAKERJAAN
Program jaminan kehilangan pekerjaan atau JKP yang ada dalam Undang-Undang Cipta Kerja
dinilai hanya solusi jangka pendek dari masalah ketenagakerjaan. Diperlukan jaminan sosial yang
lebih menguntungkan pekerja dan memberikan kepastian bagi pemberi kerja.
Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati menjelaskan bahwa keberlangsungan program
jaminan sosial menjadi sorotan saat pemerintah menetapkan Undang-Undang Cipta Kerja. Hal
tersebut karena pendanaan program JKP dinilai tidak memberikan ketahanan bagi jaminan sosial
ketenagakerjaan.
Kurniasih menjabarkan bahwa Pasal 46C Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) mengatur pemerintah yang membayar iuran JKP. Namun, pembayaran itu tidak
semata-mata berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), karena suntikan
kas negara Rp6 triliun hanya merupakan modal awal.
"Sumber dananya, dalam Pasal 46E justru dari rekomposisi iuran jaminan sosial. Bisa juga dari
dana operasional BPJS Ketenagakerjaan, tapi adanya rekomposisi bisa mengurangi manfaat bagi
peserta karena dialihkan untuk membayar [jaminan manfaat] JKP," ujar Kurniasih dalam gelaran
webinar Dewas Menyapa Indonesia, Kamis (26/11/2020).
Dirinya mengkhawatirkan mekanisme pembiayaan JKP tersebut karena berpotensi membebani
dua hal. Pertama, kas negara, karena struktur APBN sangat kesulitan di tengah pandemi Covid-
19, seperti untuk membayar sejumlah urang, peningkatan anggaran jaring pengaman sosial,
hingga anggaran penanganan penyebaran virus corona.
Kedua, mekanisme pembiayaan itu dikhawatirkan mengganggu kesehatan dan keberlangsungan
dana jaminan sosial karena adanya kewajiban rekomposisi. Padahal, ketahanan dana jaminan
sosial menjadi kunci untuk perlindungan masyarakat, khususnya para pekerja dalam konteks
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
"Apalagi pandemi Covid-19 ini APBN berat, bunga tinggi, beban tinggi, harus hati-hati," ujarnya.
Hal serupa pun disampaikan oleh Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Guntur
Witjaksono. Menurutnya, JKP memiliki konsep asuransi sosial yang dilengkapi sumbangan dari
pemerintah, tetapi tidak ada iuran yang dibebankan kepada pekerja atau pemberi kerja. Dia
menilai bahwa beban pembiayaan bisa jadi dibebankan ke program Jaminan Kecelakaan Kerja
(JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) yang rasio klaimnya masih rendah. Namun, hal tersebut
berpotensi mengurangi manfaat yang akan diterima pekerja.
"JKP ini tidak bisa terlalu loyal untuk waktu yang lama, harus dipertimbangkan
keberlangsungannya," ujar Guntur.
Ketua Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Harijanto
pun menyampaikan hal senada. Menurutnya, perlu terdapat skema jaminan sosial
unemployement benefit yang dapat meyakinkan investor untuk berinvestasi di Indonesia.
Harijanto menilai bahwa besarnya kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi salah
satu penghambat minat investor untuk masuk ke Indonesia. Namun, keberadaan JKP yang
membagi 'beban' pesangon ke BPJS Ketenagakerjaan pun tidak serta merta menyelesaikan
masalah itu.
"JKP ini hanya solusi jangka pendek, mungkin dua, tiga, lima tahun. Setelah itu perlu ada skema
yang lebih menguntungkan, baik bagi pekerja, pemberi kerja, juga investor," ujar Harijanto.
91